Isep Ridwan, Kakinya Lumpuh Bekerja Membuat Pintu Kayu, Mandiri Tak Mengharapkan Belas Kasihan
Meski memiliki keterbatasan fisik, Isep Ridwan (42) setiap hari tetap bergelut dengan kayu-kayu besar yang ukurannya sekitar lima meter untuk dibuat m
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM, CIMAHI - Meski memiliki keterbatasan fisik, Isep Ridwan (42) setiap hari tetap bergelut dengan kayu-kayu besar yang ukurannya sekitar lima meter untuk dibuat menjadi pintu rumah.
Tempat kerjanya memang tak jauh dari kediamannya, hanya berjarak sekitar 100 meter. Namun untuk pergi ke tempat kerjanya itu, Isep harus berjalan menggunakan kedua tangan karena kedua kakinya mengalami kelumpuhan.
Saat ditemui di kediamannya, Rabu (23/7/2019), warga Kampung Kepuh RT 3/26, Desa Padalarang, Kecamatan Padalarang, Kabupaten Bandung Barat ini terlihat kedua tangannya menggunakan sandal jepit ketika menuju tempat kerjanya.
Setelah tiba di tempat mengais rezekinya itu, sembari duduk ia langsung menurunkan kayu yang cukup panjang dan besar lalu disimpan di bawah untuk dihaluskan dengan cara diserut menggunakan serutan kayu.
"Setiap hari kerja di sini membuat pintu, ini usaha milik orang lain Pak Ajun (tetangganya) mendapat bayaran Rp 70 ribu per hari," ujar Isep saat ditemui di tempat kerjanya.
Dalam waktu satu hari, Isep mampu menghaluskan tiga bilah kayu, kemudian dirangkai agar menjadi pintu rumah. Namun ia hanya mampu membuat satu pintu tersebut dalam kurun waktu sekitar satu minggu.
Selama 5 tahun ia bergelut dengan kayu-kayu besar tersebut, sebelumnya dia membuat kerajinan dari batu. Namun karena usahanya tidak menjanjikan ia banting setir bekerja di tempat orang lain.
"Dulu mah membuat kerajinan dari batu tapi sekarang sudah enggak. Sejak lima tahun yang lalu bekerja membuat pintu dan membuat kurung burung," ujar ayah yang memiliki satu istri dan dua orang anak ini.
Dengan upah Rp 70 ribu per hari, Isep mengaku cukup untuk menafkahi anak dan istrinya Irah (42) yang juga penyandang disabilitas. Di rumah, istrinya membuka warung kecil-kecilan dan terkadang ia juga menjadi tukang pijit.
"Alhmadulillah cukup karena terbantu dengan istri saya meskipun dia juga penyandang disabilitas. Kakinya saat ini menggunakan kaki palsu, tapi istri saya bisa membantu mengais rezeki," kata Isep.
Uang hasil kerja keras dia dan istrinya itu digunakan untuk kebutuhan sehari-hari termasuk membiayai kedua anaknya yang berusia tiga tahun dan 14 tahun yang saat ini masuk sekolah tingkat SMP.
Mereka berdua tidak mengeluh dengan kondisi fisiknya yang tidak normal itu dan tidak mengharapkan belas kasihan dari orang lain karena mereka merasa masih mampu untuk bekerja, meskipun harus bersusah payah.
"Kondisi saya jadi seperti ini karena waktu kecil usia 3 tahun mengalami kecelakaan, jatuh saat bermain serodotan sehingga tulangnya ada kelainan, hingga kedua kakinya saya tidak bisa berjalan," kata Isep. (Hilman Kamaludin)