Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Tatang, Tunanetra yang Berhasil Membangun SLB ABCD Caringin, Relakan Rumah Jadi Sekolah

Menyandang tunanetra tak membuat tekad Tatang (50) untuk menjadi seorang pendidik berhenti. Meski dalam keterbatasan, ia mendirikan sekolah luar biasa

Editor: Content Writer
zoom-in Cerita Tatang, Tunanetra yang Berhasil Membangun SLB ABCD Caringin, Relakan Rumah Jadi Sekolah
Tribunjabar.id/Syarif Pulloh Anwari
Menyandang tunanetra tak membuat tekad Tatang (50) untuk menjadi seorang pendidik berhenti. Meski dalam keterbatasan, ia mendirikan sekolah luar biasa (SLB). Sudah 16 tahun sekolah itu berdiri. 

TRIBUNNEWS.COM - Menyandang tunanetra tak membuat tekad Tatang (50) untuk menjadi seorang pendidik berhenti. Meski dalam keterbatasan, ia mendirikan sekolah luar biasa (SLB). Sudah 16 tahun sekolah itu berdiri.

SLB ABCD Caringin, begitu Tatang menamainya, ia dirikan di Gang Faqih, RT 2/9, Kelurahan Babakan, Kecamatan Babakan Ciparay, Kota Bandung. SLB ini berdiri dibawah naungan Yayasan Lara Adam Mulya, yang juga didirikan Tatang.

"Saat pertama berdiri tahun 2003 lalu, muridnya hanya lima orang," ujar Tatang, saat ditemui di SLB ABCD Caringin, Senin (15/7).

Namun, seiring berjalannya waktu, para orang tua yang memercayakan pendidikan anaknya di SLB ABCD Caringin semakin banyak.

"Sekarang muridnya sudah 40 orang. Terbagi dalam beberapa tingkatan, mulai dari SD, SMP dan SMA," ujarnya.

Lulusan Universitas Padjadjaran jurusan Antropologi ini lantas menceritakan awal membangun SLB ABCD Caringin. Gedung yang dipakai untuk SLB ini, ujarnya, adalah rumahnya.

"Jadi sekolah ini, dulunya rumah biasa, rumah saya, dua gedung ini. Dulu, saat saya kuliah, di lingkungan Kecamatan Babakan Ciparay ini belum ada sekolah (untuk mereka yang berkebutuhan khusus). Tahun 2003 lalu, untuk sekolah, anak-anak berkebutuhan khusus harus ke utara ke Jalan Padjadjaran," ungkapnya.

Berita Rekomendasi

Dari sanalah Tatang merasa sangat terenyuh dan bertekad untuk membuat sekolah khusus bagi penyandang disabilitas. Tekad itu akhirnya terlaksana. Terlebih setelah kakaknya, Ade, mendukung.

Tatang menjelaskan 11 ruang kelas yang dipakai untuk belajar mengajar di SLB ABCD Caringin, dulunya adalah bekas kamar.

"Enggak heran, kelasnya ini seperti kamar karena memang dulunya kamar. Kamar diubah menjadi ruang kelas," ujar Tatang sambil tersenyum.

Lazimnya kamar, ukuran setiap kelas tak lebih dari 4 x 3 meter. Setiap kelas diisi lima siswa.

Namun, sekolah ini juga memiliki ruangan serbaguna untuk kegiatan anak-anak di lantai. Ada juga sebuah bangunan yang belum selesai. Rencananya, bangunan itu akan dijadikan asrama bagi anak-anak yang kurang mampu.

"Saya pengen bikin asrama ini di lantai dua. Ini dari dulu, sudah 16 tahun berdiri, baru dicor sebagian. Belum ada dananya," kata Tatang.

Masih Honorer

Ia mengatakan, SLB ABCD Caringin sudah mempunyai 13 guru. Lima di antaranya PNS, delapan lainnya termasuk Tatang masih guru honorer.

"Saya juga masih honor, padahal usia saya sudah 50 tahun," ujarnya.

Untuk mengoperasikan sekolah, Tatang mengandalkan dana  bantuan operasional sekolah (BOS) dari pemerintah. Selain itu, operasional sekolah juga didukung dari dana patungan orang tua siswa.

"SPP-nya kita diberikan kebebasan. Ada yang bayar Rp 10 ribu, Rp 20 ribu, ada juga Rp 50 ribu. Namun, ada juga yang gratis. Kami tidak pernah memaksa, apalagi kepada yang kurang mampu. Semua anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas