Kinerja Foke Saat Jabat Gubernur Jadi Efek Negatif
Pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) kalah dalam penghitungan cepat di Pilkada DKI Jakarta. Pengamat Politik Gun Gun Heryanto
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pasangan Fauzi Bowo (Foke)-Nachrowi Ramli (Nara) kalah dalam penghitungan cepat di Pilkada DKI Jakarta. Pengamat Politik Gun Gun Heryanto mengaku kekalahan pasangan tersebut disebabkan partai-partai yang mendukung Foke tidak menghasilkan suara signifikan.
"Foke sudah banyak dana membeli gerbong (partai), seharusnya Foke bisa mengambil massa 30 persen dari pemilihan pertama. Tapi itu tidak bisa terwujud pada putaran kedua," kata Gun Gun usai diskusi DPD RI, Jakarta, Jumat (21/9/2012).
Ia mencontohkan saat Foke memutuskan berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pada putaran pertama suara PKS terbilang tinggi dalam menyokong pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini. Tetapi saat PKS berkoalisi di putaran kedua dengan Foke, simpatisan partai hanya melihat sebagai kontrak politik.
"Posisi Foke gagal di periode kekuasaannya, menyumbang image negatif. Foke lebih banyak dikenal sebagai elite birokratis," imbuhnya.
Akhirnya, pada putaran kedua Pilkada DKI, banyak partai politik yang ditinggalkan. Warga Jakarta lebih memilih figur.
"Sebenarnya bukan pada kekuatan Jokowi yang menguntungkan, tapi stigma negatif pada Foke. Terutama pada putaran pertama," katanya.
Walhasil, melihat rekam jejak Jokowi, Walikota Solo itupun dengan mudah mengalahkan Foke. "Foke sudah riskan dengan image kekinian," katanya.
Klik:
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.