Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribun

Konflik Rumah Tangga, Hak Asuh Anak Bisa Dicabut

Arist Merdeka Sirait menegaskan bahwa dalam setiap konflik yang terjadi dalam rumah tangga, anak selalu menjadi korban.

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Konflik Rumah Tangga, Hak Asuh Anak Bisa Dicabut
triibunnews.com/wahyu aji
Sonni Anna (40), ibu yang kehilangan dua buah hatinya, KD (7) dan MU (4) karena diculik suaminya sendiri, mengadu ke Komnas Perlindungan Anak, Rabu (5/12/2012). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait menegaskan bahwa dalam setiap konflik yang terjadi dalam rumah tangga, anak selalu menjadi korban.

Dalam Undang-undang no 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan hak kuasa asuh orang tua dapat dicabut sementara, agar anak tidak terlibat dalam konflik tersebut.

Pernyataan Arist tersebut menanggapi kasus perebutan anak yang dialami Sonni Anna (40) seorang pegawai negeri sipil (PNS) berinisial AZM yang diduga menelantarkan istrinya bernama Sonia Anna (40), seorang PNS BNP2TKI serta tiga anaknya JA (11), KD (7) dan MU (5). Warga Jalan Kampung Pengasinan RT 04 RW 01 No 12 Rawalumbu, Bekasi.

Menurutnya, selama belum ditemui titik cerah mengenai konflik itu, anak diamankan oleh sebuah lembaga atau sanak keluarga yang dianggap mampu mengasuh dan melindungi anak, hal itu dilakukan melalui proses peradilan perdata.

"Prosesnya paling hanya sehari. Tapi hal ini jarang digunakan di Indonesia, karena masyarakat masih sungkan dan tidak ingin untuk mencampuri urusan rumah tangga orang lain. Padahal, apapun yang terjadi anak tidak boleh dilibatkan dalam konflik itu," kata Arist saat ditemui wartawan, di kantornya Jl TB Simatupang, Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (5/12/2012).

Arist menyayangkan peradilan di Indonesia yang dalam setiap putusan mengenai konflik rumah tangga, mencabut hak asuh salah seorang orang tua dan memberikannya pada yang lain.

"Anak tidak pernah bisa memilih mau ikut ayah atau ibu. Apapun keburukan ayah misalnya, anak akan tetap bangga dengan ayahnya. Kalau salah satu menghalangi yang lainnya untuk memberikan kasih sayang justru merupakan tindakan yang melanggar UU Perlindungan Anak," jelasnya.

Arist menegaskan, seorang suami tidak boleh memutus nafkah anak dan istrinya, apalagi ikatan perkawinan di antara mereka belum putus. Perlakuan AZM, kata Arist, dapat digolongkan penelantaran anak yang tercantum dalam Pasal 64 UU Perlindungan Anak.

"Dalam pasal 64, anak membutuhkan perlindungan orang tua, dan jika terjadi penelantaran maka terjerat pasal 84 UU PA dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas