Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Pandapotan Manurung yang Kehilangan Istrinya

Sebelum dioperasi, Anna menjalani pemeriksaan tes darah dan dr Budi menyatakan hasil medical cek-up Anna Normal

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Cerita Pandapotan Manurung yang Kehilangan Istrinya
Tribunnews.com/Wahyu Aji
Pandapotan Manurung menunjukkan foto pernikahannya dengan Anna Marlina Simanungkalit 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berawal dari pemeriksaan benjolan kelenjar tiroid yang terdapat di leher Anna Marlina Simanungkalit (38), oleh dr Budi Harapan Siregar SP, B, Ongk, salah satu dokter ahli bedah RS Persahabatan, Pulogadung, Jakarta Timur, istri Pandopotan Manurung (41) itu harus kehilangan nyawanya.

Pandapotan menceritakan kisah pilu yang menimpa dirinya. Pada awal tahun 2013 sebuah benjolan tumbuh di leher istrinya. Ia pun memutuskan untuk memeriksakan benjolan itu ke RS Persahabatan pada 20 Februari 2013. Benjolan sebesar kepalan tangan anak seusia 5 tahun itu membuat Anna tidak bisa menelan makanan. Lehernya juga susah digerakkan ke kanan dan ke kiri.  

Di rumah sakit itulah Anna ditangani dr Budi. Setelah didiagnosa, dr Budi menyatakan benjolan di leher Anna merupakan kelenjar tiroid. Lalu Pandopotan menanyakan ke dokter apa akibatnya jika dioperasi dan apa akibatnya jika tidak dioperasi.

dr Budi menjawab, jika tidak dioperasi maka Anna akan mengalami gangguan hormon dan bisa punya keturunan cebol. Sebaliknya jika diangkat kelenjar tiroidnya, maka Anna harus mengonsumsi obat seumur hidup.

Akhirnya Pandopotan memutuskan agar istrinya menjalani operasi saja. Sebelum dioperasi, Anna menjalani pemeriksaan tes darah dan dr Budi menyatakan hasil medical cek-up Anna Normal. Dia juga tidak punya penyakit diabetes. Operasi dilakukan tanggal 11 Maret 2013. Semuanya berjalan lancar, kelenjar tiroid berhasil diangkat. Namun pasca operasi, Anna malah panas dingin. Bagian lehernya malah bengkak sampai ke tulang pipi.

"Sekitar 11.30 WIB, dokter memberikan botol obat isinya daging dan cairan. Itu asumsi saya tiroid dan daging diangkat," kata Pandapotan kepada wartawan dikediamannya kawasan Pulomas, Jakarta Timur, Senin (22/4/2013) malam.

Anehnya, setelah menjalani operasi, istri Pandapotan malah merasakan sakit yang teramat di bagian lehernya.

"Sore harinya istri saya sadar, dan dia bisa bicara bersuara serak dan pelan, tidak lama kemudian mengalami kesakitan di leher," lanjutnya.

Keesokan harinya, Pandapotan mendapati bahwa terjadi pembekakan di bagian leher sang istri.

"Erangan semakin luar biasa, ada bengkak dari leher sampai tulang pipi di bawah mata. Saya minta suster buat panggil dokter karena sepertinya terjadi infeksi di leher istri saya. Tapi suster nggak bisa panggil dokter dengan alasan yang tidak jelas," katanya lirih.

Rabu (13/4/2013) sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, Pandapotan mengatakan sang istri sudah tak tahan dan meminta pindah dari rumah sakit tersebut. Namun perawat yang ditemuinya tidak mengizinkan. Perawat memintanya menunggu dokter Budi, yang sebelumnya menangani sang istri keesokan harinya.

"Rabu pagi jam 7 datang, dan dokter menjelaskan rasa sakit dan bengkak di pipinya karena bekuan darah yang menyumbat saluran teroid, dan harus dilakukan operasi kembali," katanya.

Operasi kedua pun dilakukan pihak rumah sakit terhadap istrinya di hari yang sama. Sekitar pukul 14.00 WIB, dokter Budi memanggilnya dan menjelaskan kelenjar tiroid yang dialami sang istri menjadi kanker ganas melekat dan melilit saluran makanan dan pernapasan.

"Pada saat dilakukan pengangkatan yang disebut kanker ganas itu, dokter bilang saluran makanan jadi tipis, pada saat dikasih makan, saluran makannya putus. Tapi di ruang perawatan diubah lagi dibilang sobek," ujarnya.

Menurut dokter, akibat kejadian itu saluran makanan perlu disambung dengan bantuan alat. Tetapi pihak rumah sakit mengatakan tidak memiliki alat yang dimaksud. Sang istri kemudian menjalani perawatan di ICU sampai kemudian dikembalikan di ruang rawat inap.

Sampai pada Sabtu (23/3/2013) pagi, saat dirinya diminta menebus obat, dia melihat kondisi istrinya sudah mendapati perawatan darurat.

Ajal pun menjemput Anna. Lantaran sakit panasnya tidak kunjung turun, wanita yang bekerja sebagai karyawan ekspedisi ini menghembuskan napas terakhir. Melihat istrinya sudah tak bernyawa. Jenasah Anna dimakamkan di TPU Pondok Kelapa, (24/3/2013).

Pandapotan pun menduga dokter Budi telah melakukan malpraktik sehingga menyebabkan istrinya meninggal. Keluarga kemudian melaporkan dugaan malpraktik tersebut ke Polda Metro Jaya tertanggal Senin (22/4/2013) dengan nomor laporan LP/1316/IV/2013/Dit Reskrimum. Dalam surat laporan tersebut, dr Budi dituduh melakukan kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia (pasal 359 KUHP) dan pelanggaran jabatan (pasal 361 KUHP).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas