Warga Waduk Pluit: Benar, itu Bukan Tanah Kami
Warga bantaran Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mengakui bahwa tanah yang dijadikan tempat mereka tinggal saat ini bukanlah tanah miliknya
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta — Warga bantaran Waduk Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, mengakui bahwa tanah yang dijadikan tempat mereka tinggal saat ini bukanlah tanah miliknya. Namun, mereka berharap bisa mendapatkan kejelasan tentang nasib mereka jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin memindahkan mereka dari waduk.
"Kami tahu tanah ini bukan milik kami, tanah ini milik negara. Tapi kami sebagai warga negara juga ingin disejahterakan," kata Muhammad Ali, salah seorang warga RT 017 RW 019, Muara Baru, Jakarta Utara, Senin (20/5/2013).
Ali menambahkan, karena alasan itulah, warga bantaran Waduk Pluit ingin berdialog dengan Gubernur DKI Jakarta Joko Windodo. Mereka menginginkan agar warga tidak direlokasi ke rumah-rumah susun yang telah disiapkan Pemprov DKI. "Kan percuma kalau di rusun, kita tetap bayar-bayar juga," ujarnya.
Warga yang sudah tinggal di bantaran Waduk Pluit selama 15 tahun ini lebih menginginkan jika pemerintah memberikan uang kerahiman sebesar Rp 3 juta per meter persegi. Dengan uang tersebut, warga dapat membeli rumah yang memiliki izin.
"Kenapa kami tidak mau dipindahkan ke rusun? Coba bayangkan, istri saya jualan nasi uduk, ketika dipindahkan ke rusun, apakah kami masih bisa berjualan lagi?" ujarnya.
Ali mengakui bahwa rumah yang ia tempati saat ini tidak memiliki izin. Ia hanya mempunyai surat pembelian rumah, yang dibelinya seharga Rp 300.000 pada 15 tahun silam.
Saat ini bangunan tempat penyimpanan alat-alat berat yang dijadikan posko warga Waduk Pluit sudah dibongkar. Ali mengatakan akan memasang sebuah pagar di atas puing-puing bekas bangunan tersebut. "Ini (bekas posko warga) nanti akan kami pagari. Biar tak dimasuki oleh petugas," kata Ali.