Bambang W Soeharto Luncurkan Buku Menangani Konflik di Indonesia
DR. Bambang W Soeharto MSi akhirnya resmi meluncurkan “MENANGANI KONFLIK DI INDONESIA” tepat di saat usinya menyentuh angka 70 tahun
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - DR. Bambang W Soeharto MSi akhirnya resmi meluncurkan “MENANGANI KONFLIK DI INDONESIA” tepat di saat usinya menyentuh angka 70 tahun. Buku ini sengaja diterbitkannya pada saat negara sedang giat membangun untuk pencapaian tingkat perekonomian yang tinggi dalam rangka mensejahterakan rakyat yang tentunya terdapat akibat-akibat sampingan, yaitu terjadi konflik kepentingan, konflik politik, dan yang lebih berbahaya lagi adalah konflik-konflik horizontal yang tidak dapat diselesaikan di arena diplomasi secara musyawarah dan mufakat.
Buku ini mengungkapkan betapa berbahayanya akibat dari konflik-konflik tersebut bagi persatuan bangsa maupun persatuan nasional.
Disebutkan oleh Bambang bahwa konflik sosial pada khususnya, sesungguhnya terjadi karena tiga faktor penyebab; Primordialisme (primordialism).Security Dilemma, yaitu dilema keamanan atau perasaaan ketidakpastian serta ketidakamanan.Institutional Breakdown, yaitu kelemahan institusi negara.
"Sebagai negara yang berdiri diatas pondasi negara kebangsaan, Indonesia tentu saja membutuhkan ikatan-ikatan sosial yang kuat agar kehidupan bangsa dan negara yang bersatu berjalan dengan baik," ungkap Bambang W Soeharto.
Satu hal yang tidak dapat dipungkiri, realitas plural yang dikandung negara Indonesia senantiasa menjadi ancaman laten yang serius bagi terjadinya konflik sosial. Dimensi etnis telah mewarnai perjalanan bangsa Indonesia sejak kemerdekaan. Konflik sosial yang kerap berlangsung berpotensi menghancurkan sendi-sendi pluralisme dan kerukunan kehidupan berbangsa. Oleh karena itu, pengelolaan atau management dan penyelesaian konflik dengan cara damai harus senantiasa dilakukan dan menjadi pilihan.
"Menurut saya, prinsip resolusi konflik sosial untuk negeri kita tercinta ini adalah sebagai berikut; Mediasi bagi para pihak yang dilakukan oleh perorangan, badan atau institusi yang mempunyai keahlian atau pengalaman menangani konflik-konflik sosial, dengan diikuti oleh tindakan keamanan, yaitu: Peace making, yaitu menciptakan kondisi damai,peace enforcement yaitu penegakan perdamaian danpeace building yaitu membangun perdamaian dengan tetap menjamin penegakan hukum dan HAM serta penguatan negara," urai Bambang.
Perlu penguatan fungsi mediasi oleh tiga otoritas keamanan yaitu Polri, Mendagri dan apabila diperlukan TNI serta melibatkan tokoh-tokoh masyarakat di pusat dan daerah setempat, LSM dan para ahli.
"Pengalaman saya sebagai anggota Komnas HAM, yang ditugasi untuk memediasi konflik, meredam konflik dan menyelesaikan konflik pada tahun-tahun krusial peralihan menuju sistem demokrasi, pasca reformasi 1998, serta pengalaman sebagai pengajar luar biasa mata kuliah Resolusi Konflik di UGM sangat berguna dalam memahami konflik-konflik sosial di Indonesia dan memikirkan cara-cara dalam menyelesaikannya," jelas Bambang.
Dalam buku ini konflik-konflik sosial di Indonesia saya kategorikan dalam lima kategori: Konflik etnis berdimensi politik, seperti konflik-konflik seperti di Aceh, Papua, Maluku, Kalimantan Barat dan Poso.Konflik pertambangan, seperti terjadi di beberapa daerah pertambangan di Papua, Kalimantan dan Nusa Tenggara.
Konflik Pertanahan, seperti terjadi di sejumlah daerah perkebunan di Sumatera dan Jawa, dan konflik-konflik pertanahan skala kecil tersebar di hampir semua daerah di Indonesia.Konflik keagamaan, danKonflik sosial minor, mencakup konflik-konflik sosial yang minor, baik pihak yang terlibat dan isu yang disengketakan, misalnya tawuran pelajar, bentrokan antar kampung, perang tradisional anta suku, kekerasan antar gang remaja dan bentrokan bersenjata antara personil TNI dan Polri.
"Buku ini saya tulis dengan segala kelebihan dan kekurangan, tidak lain karena penulis sangat concern dan prihatin apabila bangsa yang besar ini menjadi runtuh akibat konflik yang tersebar dan tiada henti-hentinya terjadi di tanah air, karena penulis selalu ingat dengan pidato-pidato Presiden pertama Republik Indonesia, Bung Karno yang selalu mensitir kata-kata Abraham Lincoln yaitu “A nation divided against itself cannot stand” yaitu sebuah bangsa yang selalu mencabik-cabik dirinya sendiri, tidak akan bertahan lama.," jelas Bambang.
Buku ini kami cetak sebanyak 5000 buah, dan sebanyak 2000 adalah hak penerbit untuk mereka jual, sementara yang 3000 adalah hak penulis yang tidak dijual dan akan dibagi-bagikan secara cuma-cuma kepada stake holders seperti lembaga tinggi negara, MPR, DPR dan DPD, kampus-kampus seperti UGM, Universitas Indonesia, ITB, Unpad dan seluruh kampus lainnya di Indonesia, Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Dalam Negeri dan seluruh Pemerintah Daerah, TNI, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Kementerian Kehakiman dan HAM.