Mobil Rebut Jalur Motor, Pengguna Motor Kuasai Jalur Pejalan Kaki
Dalih selalu bisa dicari, tak terkecuali oleh para pengendara sepeda motor yang dengan enteng naik dan melintas di trotoar
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta — Dalih selalu bisa dicari, tak terkecuali oleh para pengendara sepeda motor yang dengan enteng naik dan melintas di trotoar. Apakah perbaikan dan peninggian trotoar bisa menepis dalih-dalih yang dilontarkan para pengendara motor pelintas trotoar ini?
"Pengguna mobil yang enggak mau ngantre terkadang nyerobot jalur kami (jalur untuk sepeda motor di lajur kiri), kan kami yang payah lewat," dalih Ferdian (26), salah seorang pengguna motor saat ditemui Kompas.com di Jalan Gatot Subroto, Jumat (4/10/2013) sore.
Dengan dalih itu, Ferdian meminta jangan hanya pengendara motor yang disalahkan karena berkendara di atas trotoar. Dia pun berpendapat sikap tak disiplin pengguna mobil kerap membuat kemacetan terjadi. "Pengguna mobil yang model-model begini kan biasa bikin bottle neck (penyempitan jalur). Mereka enggak mau antre, jadinya jalan macet," ujarnya.
Wiji (24), pengguna motor asal Bekasi, mengaku sering naik ke trotoar saat mengendarai sepeda motor. Kali ini dalihnya, banyak angkutan umum ngetem di sembarang tempat. "Jalur kanannya sudah penuh mobil, jalur kiri bus sama angkot ngetem, karena kami payah lewat dan mau cepat makanya kami naik ke trotoar," kilah dia.
Peninggian dan perbaikan trotoar
Saat ini, trotoar di sejumlah jalan-jalan utama di Jakarta sudah diperbaiki, dan sebagian lagi tengah dalam masa perbaikan. Permukaan sejumlah trotoar yang ada saat ini berjarak cukup tinggi dari permukaan jalan.
Di Jalan Gatot Subroto, misalnya, ketinggian trotoar mencapai 15-20 sentimeter dari permukaan jalan. Tujuan peninggian ini adalah mencegah para pengguna sepeda motor naik ke atas trotoar. Bagaimanapun trotoar adalah jalur untuk para pejalan kaki.
Sepeda motor salah jalur ke atas trotoar bukan tanpa kisah buram. Seorang wartawan senior salah satu media di kawasan Jakarta Selatan pernah menjadi korban pemukulan oleh orang yang diduga adalah oknum tentara. Gara-garanya? Si wartawan menolak menyingkir dari jalur berjalannya di trotoar, sementara si oknum berambut cepak dengan motornya ingin melintas di jalur itu.
Hari ini, bukan satu atau dua kejadian pula bila pejalan kaki di trotoar justru yang harus menepi dan membiarkan sepeda motor melintas lebih dulu di atas trotoar. Sekalipun dalam beberapa kesempatan uji coba, para pengendara sepeda motor itu sebenarnya tak cukup nyali ketika pejalan kaki bertahan di jalurnya yang memang benar.
Beberapa waktu silam, menyebar melalui media sosial dan Youtube rekaman yang memperlihatkan pengguna sepeda motor bertengkar dengan pejalan kaki di trotoar. Banyak kisah serupa tercatat di dunia maya.
Bukan tak ada kampanye untuk mengembalikan trotoar sebagai media tempat para pejalan kaki melintas di tengah keriuhan lalu lintas. Road Safety Association, misalnya, pernah berkampanye soal trotoar yang aman bagi pejalan kaki pada medio Mei 2013.
Data yang menjadi salah satu dasar kampanye RSA adalah milik organisasi kesehatan dunia (WHO), yang mengatakan ada 700 pejalan kaki tewas menjadi korban kecelakaan. Bisa jadi banyak penyebab melatari tewasnya para pejalan kaki ini.
Namun, bukan tak bisa jadi pula, para pejalan kaki harus kehilangan nyawa karena kehilangan tempat untuk berjalan dengan aman di trotoar, entah karena kalah oleh pedagang kaki lima atau harus bersaing bebas dengan para pengendara sepeda motor kala menggunakan trotoar.
Apakah peninggian dan perbaikan trotoar di Jakarta bisa mencegah para pengendara sepeda motor menyalahi hak pejalan kaki di trotoar? Atau pertanyaannya, seberapa lama peninggian dan perbaikan trotoar bisa mencegah sepeda motor kembali ke trotoar?