Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

BPN Diminta Tak Terbitkan Sertifikat Lain di Kavling 2 Sudirman

Dua perusahaan bersengketa untuk merebutkan tanah di jalur emas seluas 16.600 M2. Tanah tersebut terletak di Kavling 2, Jl Jend Sudirman

Editor: Yulis Sulistyawan
zoom-in BPN Diminta Tak Terbitkan Sertifikat Lain di Kavling 2 Sudirman
Logo BPN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Dua perusahaan bersengketa untuk merebutkan tanah di jalur emas seluas 16.600 M2. Tanah tersebut terletak di Kavling 2, Jl Jend Sudirman, Jakarta yang tak lain pusat bisnis Indonesia.

Sang pemilik PT Mahkota Real Estate yakni Rudy Pamaputera meminta Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk tidak menerbitkan sertifikat tanah tersebut. Dalihnya, Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan sengketa perdata PT Mahkota melawan PT Arthaloka, bahwa tanah di Kavling 2 seluas 16.600 M2 miliknya. Dan tanah seluas 6.600 M2 milik PT Arthaloka.

"Kami dapat informasi BPN kini tengah memroses penerbitan sertifikat HGB untuk PT Arthaloka atas tanah milik Mahkota Real Estate. Karena itu kami mengingatkan  BPN agar proses pensertifikatan untuk PT Arthaloka itu dihentikan karena tindakan itu adalah tindakan yang melawan hukum dan perundang-undangan yang berlaku  dan sangat merugikan kami sebagai pemilik yang sah," kata Rudy Pamaputera, pemilik PT Mahkota Real Estate dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Rabu (5/2/2013).

Menurut  Rudy, pihaknya telah melayangkan surat secara resmi kepada BPN mengenai keberatannya dan telah diterima BPN pada 30 Januari 2014. "Dalam surat itu kami telah menyampaikan berbagai fakta hukum mulai dari keputusan Pengadilan sampai keputusan MA yang menyatakan bahwa tanah seluas 16.600 m2 adalah milik Mustika Real Estate," katanya.

Rudy mengaku telah membebaskan tanah tersebut dari masyarakat melalui Pemprov DKI Jakarta sejak 1968 seluas 3,3 ha yang  terletak di Kav.2 Jl. Sudirman. Kemudian pada 1972, Rudy melakukan kerjasama dengan PT Taspen untuk membangun gedung perkantoran guna disewakan. Kerjasama ini terus berlangsung sampai 1985.

Namun pihak Arthaloka diduga mengambilalih kepemilikan gedung dan tanah serta menyita dokumen PT Mahkota tanpa berita acara. Alasannya, Rudy dan Dirut PT Mahkota ketika itu, Widodo Sukarno telah melakukan tindakan pidana korupsi.

Atas kasus tersebut, Rudy dan Widodo dihukum dan tanahnya disita untuk negara. Atas dasar penyitaan itu, PT Taspen mengurus sertifikat HGB atas nama anak perusahaannya Arthaloka, dan terbitlah HGB No.205/Karet Tengsin.

Berita Rekomendasi

Namun melalui PT Mahakota, Rudy terus melakukan upaya hukum karena penyitaan atas perkara pidana tersebut tidaklah melepaskan hak perdatanya sebagai pemilik yang sah pada tanah di areal Kavling 2 tersebut.

Perjuangan PT Mahkota berhasil dengan keluarnya keputusan Mahkamah Agung N0.472/PK/Pdt/2000 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa dari luas tanah yang dipersengketakan, 16.600 m2 adalah milik PT Mahkota dan 6.600 menjadi milik PT Arthaloka.

Dalam amar putusannya, MA juga membatalkan sertifikat HGB No.250 atas nama PT Arthaloka karena cacat hukum dan memerintahkan PT Arthaloka dan PT Taspen serta BPN mengosongkan dan menyerahkan tanah seluas 16.600 m2 kepada MRE.  

Menindaklanjuti putusan MA tersebut, PT Mahkota melakukan penguasaan secara fisik terhadap haknya seluas 16.600 m2 dengan pengosongan paksa atas nama Pro Justicia oleh PN Jakarta pusat dengan Berita Acara Ekeskusi Pengosongan Tanah No.018/2003 pada 15 Desember 2004.  

Atas dasar putusan MA dan itu pula kemudian BPN Kanwil Provinsi DKI mengeluarkan surat Keputusan No. 0196/HGB/BPN.32/2009 membatalkan HGB 205/Karet Tengsin atas nama PT Arthaloka.

Namun setelah HGB dibatalkan, Menteri Keuangan melakukan perlawanan terhadap putusan PN Jakarta pusat tersebut dengan alasan bahwa tanah tersebut adalah milik negara sehingga tidak bisa dieksekusi (non-executable). Namun dalam putusan MA No.48 PK/Pdt/2009 mengenai yang menerima perlawanan Menteri Keuangan tersebut, sama sekali tidak membatalkan amar putusan MA No.472/PK.Pdt/2000 dan tanah tidak dinyatakan milik negara.

"Tidak ada pertentangan sama sekali antara putusan No.48 mengenai perlawanan Menkeu dengan putusan MA No.472 sehingga putusan N0.48 sama sekali tidak merubah status kepemilkan sah MRE pada tanah seluas 16.600 m2 di Kav-2 Jl. Sudirman itu," kata Rudy.

Rudy menenggarai, ada upaya persekongkolan melawan hukum dan melakukan contempt of court dengan menihilkan putusan MA oleh pejabat BPN. "Tujuannya jelas ingin mendapat keuntungan besar dari tanah tersebut. Berbagai cara telah dilakukan, namun sejauh ini fakta hukum berpihak pada MRE. Kira saya, Undang-undang dan Putusan Hakim tidak hanya dipatuhi oleh masyarakat, tetapi pemerintah juga wajib patuh dan menjunjung tinggi semua ketentuan hukum. Karena itu kami mengingatkan pejabat BPN jangan sampai ikut terjebak dalam persekongkolan yang menabrak hukum," kata Rudy.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas