Puluhan Rumah di Benhil Digusur, Warga Bingung Mau Pindah Kemana
Tanah negara yang diduduki selama 22 tahun itu rencananya akan dibangun Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Laporan Wartawan Warta Kota, Bintang Pradewo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 40 bangunan liar semi permanen yang berdiri di bawah menara saluran udara tegangan ekstra tinggi (sutet) atau persis di pinggir Jalan Gatot Subroto RW 02 Kelurahan Bendungan Hilir (Benhil), Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2/2014) sudah rata dengan tanah.
Tanah negara yang diduduki selama 22 tahun itu rencananya akan dibangun Ruang Terbuka Hijau (RTH). Luas lahan sekitar 400 meter persegi itu dulunya dihuni puluhan bangunan liar semi permanen yang kebanyakan seperti gubuk berukuran 5 meter x 4 meter.
Puluhan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dari Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat dan Kecamatan Tanah Abang sudah membongkar bangunan liar itu sejak Kamis (20/2/2014) sampai Sabtu (22/2/2014). Puluhan warga yang menghuni RT 11 dan RT 12 RW 02 terlihat pasrah dan binggung bangunan tempat tinggal mereka sudah rata dengan tanah.
Mereka hanya bisa melihat tumpukan puing sisa-sisa bangunan yang baru saja dibongkar oleh polisi pamong praja. Kayu-kayu penyangga bangunan tergeletak begitu saja di tanah, bahkan masih banyak paku yang menempel, tanda pencabutan secara paksa. Menurut salah seorang warga RT 12 RW 02, Ikshan (43) mengatakan bahwa pembongkaran rumah yang sudah ditempati sejak tahun 1992 tanpa adanya sosialisasi.
Menurutnya, warga hanya diberikan surat peringatan sehari sebelum penggusuran oleh pihak Kecamatan Tanah Abang.
"Enggak ada sosialisasi, warga cuma sekali dikasih surat pembongkaran. Sehari setelah itu langsung dibongkar oleh petugas Satpol PP. Ini terlalu terburu-buru," kata Bapak dari dua orang anak itu kepada wartawan di lokasi pembongkaran di Jalan Gatot Subroto RW 02 Kelurahan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (22/2/2014).
Dia mengatakan bahwa belum bisa memindahkan barang-barang miliknya pada saat pembongkaran berlangsung. Padahal, dia baru memperpanjang kontrak rumahnya selama sebulan dengan membayar sebesar Rp 300.000 untuk bangunan berukuran 5 meter x 4 meter itu.
"Tiba-tiba petugas Satpol PP langsung membongkar rumah saya. Kayak orang lagi tidur, terus disiram air," keluhnya.
Tak hanya itu, dia mengaku hingga saat ini belum mencari tempat tinggal yang baru untuk istri dan kedua anaknya. Saat ini, dia hanya bisa mengambil beberapa barang berharga miliknya. Menurut dia seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberikan solusi yaitu tempat tinggal untuk warga yang dibongkar.
"Seharusnya direlokasi ke rusun kaya pengusuran yang berlangsung dibeberapa wilayah. Jangan didiamkan seperti ini," kata pria yang bekerja sebagai buruh bangunan itu.
Hal senada juga diungkapkan Tugiman (34) warga RT 11 RW 02 yang mengatakan cara pembongkaran yang dilakukan oleh Satpol PP sangatlah terburu-buru. Menurutnya, sehari setelah surat pemberitahuan keluar dari Kecamatan Tanah Abang, pihak Satpol PP langsung membongkar bangunan miliknya. Dia mengaku salah karena menduduki tanah milik negara.
"Tidak begini juga caranya. Seharusnya diberikan waktu seminggu untuk pindahan. Kita mau kok pindah asalkan diberikan waktu," kata pria yang sudah 10 tahun tinggal di kawasan tersebut.
Selain dibongkar, kata dia, warga tidak diberikan uang kompensasi dari pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Seharusnya, warga diberikan bantuan untuk uang pemindahan dan hanya bisa membongkar bangunan miliknya.
"Enggak ada uang sepeser pun. Paling tidak diberikan uang ganti rugi untuk pindahan," tuntasnya.