Angkutan Umum di 550 Kota di Indonesia Seperti Gerobak Hewan
transportasi massal yang aman dan nyaman berikut infrastrukturnya harus menjadi perhatian utama dan lebih difokuskan.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Wartakota, Budi Sam Law Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Untuk kepemimpinan nasional lima tahun ke depan, transportasi massal yang aman dan nyaman berikut infrastrukturnya harus menjadi perhatian utama dan lebih difokuskan.
Transportasi umum seperti kereta api (KA) dan bus harus bagus dan sesuai standar setidaknya untuk kategori kota metropolitan, kota besar dan sedang. Sebab ada sekitar 550 kota di Indonesia yang transportasi angkutan umumnya memprihatinkan dan menyedihkan.
Djoko Setijowarno, Pakar transportasi dan angkutan jalan dari Universitas Soegijapranata, mengatakan ke-550 kota di Indonesia yang angkutan umumnya jauh di bawah standar itu, termasuk ibukota DKI Jakarta, yang merupakan kategori kota metropolitan.
"Sarana angkutan umum di kota-kota di Indonesia termasuk Jakarta, sudah seperti gerobak hewan. Bus, kereta dan kapal karatan masih dioperasikan hingga sekarang," kata Djoko kepada Wartakota.
Djoko yang juga pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia bidang Advokasi dan Riset, juga menuturkan banyak kota yang sudah tidak memiliki angkutan umum yang memadai. Akibatnya angka kecelakaan meningkat dan pemboros BBM terjadi besar-besaran yang merugikan keuangan negara.
"Untuk subsidi BBM kendaraan pribadi tahun lalu mencapai Rp 227 triliun atau sekitar 20 persen dari APBN kita. Ini sudah saatnya dicabut dan dialihkan untuk program transportasi massal yang aman dan nyaman di 550 kota," katanya.
Menurutnya, subsidi BBM yang mencapai Rp 227 triliun itu sudah sangat keterlaluan dan memberatkan beban negara yang semestinya bisa berbuat banyak dengan sarana transportasi angkutan massal dengan uang itu. "Subsidi BBM sebesar ini sudah sangat keterlaluan," katanya.
Menurut Djoko tidak ada negara di dunia yang subsidi BBM-nya melebihi 15 persen APBN negaranya kecuali Indonesia.
Ia menyatakan mahalnya biaya barang dan logistik juga dipengaruhi oleh buruknya sarana tranportasi berikut infrastrukturnya. "Supaya logistik murah, integrasi antar moda harus terwujud," ujarnya.
Ia berharap pemimpin nasional mendatang atau Presiden Indonesia yang baru nantinya memiliki ideologi membangun transportasi ramah lingkungan dan berkelanjutan.
"Jika sudah terpatri di pemimpin nasional, maka akan menular ke kepala daerah. Pertimbangan cadangan BBM di Indonesia 10 tahun lagi habis, harus menjadi dasarnya serta kian buruk angkutan umum di Indonesia," katanya.
Djoko menjelaskan buruknya transportasi massal membuat masyarakat lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi terutama motor. Ini mengakibatkan angka kecelakaan kian meningkat. "Korban terbesar justru pada usia produktif di pesepeda motor," katanya.
Selain itu ongkos transportasi yang mahal, membuat banyak masyarakat memilih mempertaruhkan nyawanya di jalanan. "Rata-rata untuk transportasi umum yang tidak nyaman dan berbahaya di Indonesia, masyarakat harus mengeluarkan uang 25 persen dari pendapatan per bulannya," ujarnya.
Hal ini juga, katanya, yang memicu polusi udara perkotaan meningkat dan sudah berada di atas ambang batas untuk Jakarta.
"Kebanyakan kepala daerah merasa berhasil jika punya bandara dan jalan tol, tapi tidak malu jika angkutan umum kondisinya seperti gerobak sapi yg bau, kumuh, dan ugal-ugalan. Mestinya mereka berlomba membangun transportasi umum bukan rebutan bangun tol dan bandara," katanya.