Jual 'Cabe-cabean' Karena Untung Besar
Ide Chito alias Kemplang (bukan nama sebenarnya) menjual -cabe- yang masih gadis ini sudah lama muncul di kepala Chito
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Ide Chito alias Kemplang (bukan nama sebenarnya) menjual 'cabe' yang masih gadis ini sudah lama muncul di kepala Chito. Sebab teman sekelasnya, bernama Farhan (bukan nama sebenarnya), sebulan lalu baru meraup untung dari 'cabe' yang masih gadis.
Farhan menjual pacarnya sendiri. Pacar Farhan ini awalnya 'cabe' balapan liar. Mereka baru berpacaran empat bulan. Sang pacar tertarik karena Farhan kerap menang di arena balap liar.
Farhan awal sebagai joki balap liar. Dia yang merayu pacarnya agar mau menjual kegadisanya. "Daripada saya yang pakai sendiri tidak saya bayar, lebih baik orang lain," begitu kata Farhan kepada Chito.
Harga kegadisan pacar Farhan tak tanggung-tanggung, terjual Rp 38 juta di Kemayoran, Jakarta Pusat. Farhan menjualnya sendiri ke Kemayoran. Mengincar orang-orang tua yang nongkrong di situ. Kemudian pembelinya adalah seorang lelaki tua bermobil sedan putih mengkilap dan baru.
Adalah Chito yang mengantar ke hotel dan menunggu sampai selesai. Selanjutnya, pembagian uangnya adalah sang 'cabe' dapat Rp 30 juta, Farhan dapat Rp 5 juta, dan Chito sisanya.
Farhan kemudian mengembalikan uang sebesar Rp 5 juta itu ke arena balap liar. Dia membongkar motor matiknya habis-habisan, menaikkan kapasitas mesin motor matiknya dengan mengover size mesin, mengganti ban depan dan belakang dengan ban kecil, mengecat motornya dengan teknik air brush.
Inilah lingkaran setan di dunia balap liar. Ada 'cabe' yang masih gadis atau tidak, ada motor yang butuh dana, serta uang taruhan. 'Cabe' yang masih gadis dijual, lalu uangnya kembali lagi ke arena balap liar. Untuk taruhan dan memodifikasi motor.
Ditertibkan
Keberadaan pekerja seks komersial (PSK) usia belasan tahun atau dikenal dengan sebutan 'cabe-cabean' meski sudah berulang-ulang ditertibkan, tetapi masih tetap marak dan semakin berani menjajakan diri.
Penelusuran Warta Kota di kawasan Jakarta Selatan, para gadis muda itu dapat dijumpai di beberapa tempat, seperti di simpang Fatmawati atau tepatnya di depan Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati dan Taman Ayodya di Jalan Raya Barito, Blok M, Kebayoran Baru.
Di simpang RSUP Fatmawati, para 'cabe-cabean' yang berusia dari 14 tahun sampai 17 tahun beroperasi sejak pukul 22.00 sampai pukul 02.00. Di lokasi ini, para gadis remaja terlihat mulai menjajakan diri dengan cara mengamen saat lampu lalu lintas menyala merah. Apabila seorang pelanggan terlihat tertarik dan mulai menawar, sang gadis yang ditemani seorang rekannya naik mobil untuk bertransaksi.
Mengendarai sebuah mobil, Warta Kota pun mencoba menyewa jasa para gadis belia itu sekadar untuk mengetahui tarifnya. Untuk menyewa seorang gadis tarifnya Rp 1 juta lebih. Walaupun terbilang tinggi, tarif sang gadis akan berangsur menurun apabila sudah pukul 01.00.
"Sekali "transaksi" Rp 1 juta bang, nggak mahal, kita kan masih 'muda'. Tapi kalo mau dikurangin (harganya-red) nunggu agak malm, soalnya jam segini rame langganan," jelas A (14), salah seorang 'cabe-cabean' di simpang RSUP Fatmawati.
Gadis berambut lurus sebahu, berkulit putih ini mengenakan kawat gigi. Dia menyebutkan apabila ingin kencan, pelanggan harus mengajak serta rekannya. Hal tersebut bertujuan untuk menghindari adanya kekerasan terhadap dirinya maupun rekan lainnya.
"Kalo mau ajak temen kita nggak apa-apa ya bang, soalnya emang begitu aturannya. Buat mastiin aja, soalnya khawatir nantinya nggak dibayar," jelasnya tertawa terbahak-bahak.
Pertemuan Warta Kota pun berlangsung singkat. Beberapa saat kemudian seorang pria yang mengendarai sebuah sedan mewah Mercedes Benz memanggilnya dari seberang jalan. Dia segera turun dari mobil menuju seorang pria berperawakan tua itu. "Tuh bener kan bang, ada om dateng, kalau mau sama saya dateng aja nanti maleman lagi," ujarnya tergesa sembari turun dari mobil.
Di simpang RSUP Fatmawati memang tak begitu banyak remaja perempuan yang menawarkan diri untuk dikencani secara komersial. Setidaknya, malam itu terdapat lima remaja, mereka mengenakan busana cukup menggoda, tanpa kesan glamour. Cukup busana tank top, rok mini atau celana mini ketat, dan tas kecil.
Suasana di sekitarnya cukup terang, hanya saja mereka nongkrong di sebuah tempat yang hanya berjarak beberapa meter dari persimpangan. Lampu di lokasi nongkrong sedikit temaram.
Beberapa ditemani oleh pengamen pria yang juga berusia remaja. Dari pengamen itu lah 'cabe-cabean' mendapat order. Si pengamen biasanya akan mendapat fee antara Rp 300.000 sampai Rp 500.000 untuk sekali transaksi.
Pada kesempatan berbeda, Warta Kota melanjutkan penelusuran dan mendatangi Taman Ayodya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada lokasi ini, para 'cabe-cabean' tidak terlihat jelas karena suasana ramai dan riuhnya pengunjung yang datang.
Namun memasuki pukul 23.00 saat suasana taman berbentuk lingkaran itu mulai sepi, aktivitas 'cabe-cabean' mulai terlihat. Beberapa gadis muda dengan pakaian minim mulai berjalan melingkar menyusuri jalan setapak di tengah taman. Para gadis yang terlihat bercengkrama dan tertawa lantang itu pun mulai mendekati para pengunjung pria.
Seorang gadis berinisial R (15) pun mengenalkan diri kepada Warta Kota. Sembari tertawa lepas dengan rekannya N (15), dirinya meminta sebatang rokok ke Warta Kota. Pembicaraan dengan keduanya pun dimulai.
Warta Kota yang secara langsung menanyakan status keduanya kemudian mengetahui kalau mereka termasuk 'cabe-cabean' yang biasa beroperasi di taman tersebut. Terlihat sedikit tersipu, mereka segera menjawab dan menyebutkan tarifnya sebesar Rp 500.000 apabila menyewanya. Dia pun menyebutkan tarif tersebut belum termasuk sewa hotel.
"Emang Abang mau? Kalau mau ya segitu bang," ujarnya kepada Warta Kota sembari tertawa.
Sedikit bercanda, dia mengaku berasal dari Sumedang, Jawa Barat dan baru terjun menjalani profesi tersebut enam bulan lalu untuk membiayai kehidupannya di Jakarta. Sehingga setiap malam dia beroperasi di taman. "Abang tahu gadis Sunda kan? Geulis-geulis, jadi nggak bakal nyesel Bang," jelasnya masih sembari tertawa.
Namun tidak sampai setengah jam, R dan N kemudian dipanggil salah seorang rekannya dan keduanya pun pamit untuk berkeliling sekitar taman kembali. "Kalo Abang mau, bisa panggil kita di situ ya Bang," jelasnya menujuk sisi kolam taman sebelah barat. (ote/dwi)