Mengintip Kemesraan Bucthy-Femme di Kota Tua
Di Taman Fatahillah, masyarakat berkumpul dengan latar suara gamelan dari pertunjukan seni jalanan yang ada di sana
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Cahaya kekuningan matahari merekah di atas gedung Stadhuis atau yang kini menjadi Museum Sejarah Jakarta di Kawasan Kota Tua, Jakarta pada kunjungan saya, belum lama ini. Di Taman Fatahillah, masyarakat berkumpul dengan latar suara gamelan dari pertunjukan seni jalanan yang ada di sana.
Tidak sedikit dari mereka yang mengabadikan moment istimewa dengan berpose dengan background bangunan-bangunan bersejarah peninggalan masa Batavia.
Ketika malam tiba, derap angin di Kota Tua, mulai mengendus pori-pori. Nuansa nyaman tercipta. Cahaya temaram membaluri dinding-dinding bangunan tua, melebur bersama warna putih tulang dinding itu.
Bukannya berkurang, semakin malam pengunjung Taman Fatahillah semakin bertabur. Para Pedagang Kaki Lima (PKL) mulai menata dagangan di sana. Mereka menutup hampir semua lantai Taman Fatahillah dengan terpal, menyisakan jalan-jalan kecil untuk dilintasi pengunjung.
Tidak hanya di kawasan Taman Fatahillah. PKL juga menghampar di Jalan Kali Besar, atau berlokasi di belakang Kantor Pos Kota Tua.
Di antara pemandangan PKL dan pengunjung yang hilir-mudik di Jalan Kali Besar, bisa disaksikan sekumpulan Anak Baru Gede (ABG). Sepintas mereka mirip pasangan pria-perempuan.
Tapi coba dekatilah, mereka adalah pasangan lesbian yang setiap hari kerap mewarnai kawasan Kota Tua; menjadi sisi lain keberadaan bangunan-bangunan bersejarah.
Seorang pedagang yang sejak beberapa tahun berjualan di dekat lokasi itu, sebut saja Agus, mengibaratkan kaum lesbian yang datang ke sana seperti burung sawah. "Mereka datang dan pergi. Terus begitu. Jumlahnya sangat banyak. Makanya saya sebut seperti rombongan burung sawah," katanya. (Feryanto Hadi)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.