Ahok Minta BPKD Cairkan Dana Hibah KONI Rp 300 M
Supaya KONI DKI Jakarta bisa bergerak melakukan pembinaan atlet di 44 cabang olahraga
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Warta Kota, Bintang Pradewo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama meminta kepada Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD) DKI Jakarta untuk mencairkan dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) DKI Jakarta sebesar Rp 300 miliar.
Padahal, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta kepada setiap kepala daerah untuk tidak mencairkan dana hibah pada masa Pemilihan Umum (Pemilu) 2014. “Saya perintahkan untuk cairkan uang mereka. Gila itu, kalau pencairan dana hibah KONI DKI ditunggu sampai Pilpres, baru turun dananya di Oktober gimana itu. Nggak bisa seperti itu,” kata pria yang akrab disapa Ahok di Balai Kota, Senin (12/5/2014).
Menurutnya, pencairan dana hibah itu digunakan untuk membayar gaji pegawai tetap, honorer serta pelatihan daerah untuk pembinaan atlet DKI Jakarta. Supaya KONI DKI Jakarta bisa bergerak melakukan pembinaan atlet di 44 cabang olahraga.
"Saya minta hari ini langsung dicairkan. Harus dikirimkan dong, uang yang mau bayar gaji, bayar honorer, bayar apa pun. Makanya saya nggak ngerti apakah itu bodoh atau takut atau sengaja ngerjain kami," ucapnya dengan nada tinggi.
Mantan Bupati Belitung Timur itu pun mengeluhkan kerja dari BPKD DKI yang tidak menanggapi masalah tersebut. Sehingga, muncul banyak persoalan yang dihadapi oleh para atlet. Selain itu, kata dia, hal-hal yang banyak menyebabkan terhambatnya program kerja di DKI Jakarta bukan untuk pertama kali nya.
Penyebabnya adalah karena kurangnya ketelitian dan kurangnya koordinasi. Terkait dengan dilarangnya pencairan dan hibah tersebut, seharusnya BPKD DKI Jakarta melayangkan surat atau bertemu dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Surat itu untuk memberitahukan KPK mana lembaga atau badan resmi Pemprov DKI yang boleh menerima dana hibah dan mana lembaga atau badan yang tidak boleh menerima dana hibah atau bantuan sosial (bansos) yang telah dianggarkan dalam APBD DKI 2014.
“Makanya, BPKD kita itu harus tanya dulu kepada KPK. Kasih surat dulu, mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Kalau tunggu itu (KPK) mutusin ya seperti tunggu ayam bertelur emas kali. BPKD harus bergerak,” ujarnya.
Dia menilai BPKD DKI, diduganya, menggunakan aji mumpung dengan surat imbauan KPK untuk membuat gejolak dalam tubuh Pemprov DKI Jakarta.
“Itu saya sudah ngomong kan, bahasanya saran. Kalau saran boleh nggak saya tidak nurut. Takut katanya (BPKD). Masa nyolong yang lain berani, kalau giliran kayak gini nggak berani. Itu ada surat apa pun aji mumpung dengan KPK untuk bikin gejolak,” tegasnya.
Ahok melihat BPKD sengaja memberikan tafsiran yang mempersulit pencairan dana hibah atau bansos. Sehingga menimbulkan keributan dalam tubuh Pemprov DKI, khususnya pengurus yayasan, lembaga atau badan milik Pemprov DKI.
Padahal, yayasan, lembaga atau badan bentukan Pemprov DKI berdasarkan Undang-Undang sudah memiliki usia yang cukup tua. “Ini konyol saja. Ini saya perintahkan langsung cairkan bulan ini. Masa KONI DKI anda tahan juga. Saya ajak ribut kalau seperti itu. Jangan cari ribu dengan saya. Itu kan yayasan sudah tua, komisi pemerintahan masa kamu nggak kasih juga. Itu kan dibentuk oleh undang-undang,” ujarnya.
Hmbauan KPK, kata dia, dana hibah atau bansos tidak boleh diberikan kepada yayasan, lembaga atau badan yang dibentuk oleh perorangan. Karena kemungkinan besar bisa menjadi tim sukses dari calon anggota dewan atau calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu, ada peraturan menteri dalam negeri (permendagri), dana hibah atau bansos tidak boleh diberikan kepada yayasan, lembaga atau badan yang usianya dibawah tiga tahun. "Kenapa anda tak tafsirkan seperti itu. Itu kan konyol. Bisa nggak untuk pemilu? Nggak kan. Soalnya untuk mengeluarkan dana kegiatan dalam lembaga, yayasan atau badan itu yang mutusin harus banyak orang. Jadi banyak disini (Pemprov DKI) yang seharusnya boleh jadi tidak boleh, yang seharusnya tidak boleh jadi boleh. Ini aji mumpung. Itu ada surat KPK, tapi itu kan KPK hanya saran," tutupnya.