JakproKkita Jadikan Temasek-nya Indonesia, kata Budi Karya Sumadi
Budi Karya Sumadi CEO PT Jakpro meluncurkan logo baru BUMD itu dulu dikenal sukses memimpin Ancol
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Budi Karya Sumadi, CEO PT Jakpro meluncurkan logo baru BUMD itu dulu dikenal sukses memimpin Ancol, melakukannya di tepi Waduk Pluit bersama Plt Gubernur DKI, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan warga yang masih tinggal di sisi waduk.
"Saya dibekali sebuah buku yang mengubah pandangan saya tentang pentingnya karya sastra dalam perubahan," ungkap Budi Karya Sumadi.
Bagi Budi, pergantian logo perlu untuk mengirim sinyal bahwa cara-cara lama sudah tidak relevan lagi. Ahok, lebih agresif lagi.
“Jakpro kita jadikan Temasek-nya Indonesia,” ujarnya.
Bersama Jokowi, mereka seperti melihat jendela dari kumuhnya dinding-dinding birokrasi yang dipelihara berbagai kepentingan. Harap maklum, untuk menciptakan perubahan di Waduk Pluit, praktis sedikit sekali peran birokrasi dan APBD. Hampir semua dikerjakan oleh Jakpro, dan selesai tepat waktu.
Lantas dimana kuncinya? Leadership plus entrepreneurship. Kepemimpinan duo Jokowi-Ahok yang tegas, berani dan detail. Tak mudah dikerjai bawahan dan gesit memeriksa kebenaran sampai ke ujung-ujung jalan. Nah entrepreneurship membantu mereka melihat “celah” jalan keluar.
Kelak siapapun pemimpinnya, Indonesia perlu dua hal itu. Sebab reformasi birokrasi butuh waktu panjang. Aturan-aturan hukum terlalu banyak jebakannya. Dan kalau dipimpin dengan jalan pintas-asal tebas, rakyat bakal menderita.
Simaklah asal kata “Cour” dalam Courage (berani), yang berarti “heart” (penuh cinta). Kepemimpinan itu intinya adalah kepedulian dan belas kasih pada yang tertindas.
Kini kita bisa tersenyum duduk di tepi waduk yang dulu mempertontonkan wajah ibukota yang tak pernah diurus itu. Potret lama itu pernah ditayangkan televisi Belanda, membuat geleng-geleng kepala. Bagaimana pemerintah mendiamkan warganya tinggal di dalam waduk, 2,8 meter di bawah permukaan laut.
Tempat tinggal pun hanya 3x4 meter. Memindahkan mereka? Warga melawan. Bukankah sudah biasa Pemda menggusur demi berdirinya bangunan-bangunan megah? Itu cerita biasa di DKI, fasilitas-fasilitas umum diubah oknum menjadi bangunan mewah.
Maka diperlukan semangat baru. Bagaimana “menggusur namun tak meminggirkan kaum miskin dalam kesengsaraan” (Buku Waduk Pluit, 2014)
Saya tertegun, karena gap kaya-miskin di negeri ini semakin hari semakin besar membuat hidup tidak aman. Sepuluh tahun terakhir ini kebijakan ekonomi hanya disibukkan memacu pertumbuhan. Tengoklah betapa besarnya angka kriminalitas.
Tengok pula akses anak-anak desa menuju sekolah, jembatan sungai roboh, honor guru-guru yang tak lancar turun. Jalan- jalan di pedesaan rusak, sektor pertanian terganggu dan irigasi tersumbat.
Buruh pun menuntut gajinya dinaikkan, tetapi tetap saja tak sejahtera karena tak mempunyai perumahan yang layak. Rumah-rumah kontrakan buruh jauh di luar kota membuat kenaikan gaji habis ditelan ongkos dan kepenatan di jalan.