Tak Ada Uang Kerohiman Buat Pemilik Bangunan Liar
Namun, ia mengaku sebelum dibongkar, barang dagangannya sudah diangkut terlebih dahulu.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Warta Kota, Panji Baskhara Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Suhartini (50) warga Kartini VIII ini pasrah, bangunan yang digunakan untuk usaha makanan dibongkar. Namun, ia mengaku sebelum dibongkar, barang dagangannya sudah diangkut terlebih dahulu.
"Barang saya kaya piring, meja, kursi, etalase diangkut dulu, taro dirumahku. Deket sini juga kok. Cuman saya rugi toh mas. Saya bangun warteg saya sampe 12 jutaan lebih kalau diitung. Kan permanen juga gak kaya gubuk, eh di bongkar juga," ucap lirih Suhartini saat meratapi bangunan usahanya rubuh oleh alat berat milik petugas.
Ia mengaku sudah 10 tahun berdagang makanan jadi (Warteg) di Jalan Kartini VIII. Bahkan banyak pelanggannya yang sering makan di warungnya. "Pelanggan ada terus. Rame. Kadang tukang ojek. Kadang orang sini kalau sarapan pagi belinya di sini. Tapi yasudahlah, ikutin kata pemerintah aja," ucapnya pasrah.
Suhartini berharap, Pemerintah DKI Jakarta dapat memberikan biaya pengganti atau uang kerohiman. Namun, dirinya yakin tak akan ada uang pengganti. "Mana mau mas pemerintah ngasih biaya pengganti. Boro-boro itu mah. Tapi kalau ada tak apalah. Kita mau usaha apa lagi. Bingung," ujarnya.
Namun, keluhan Suhartini ditanggapi ketus oleh Camat Sawah Besar, Henri Perez. Menurutnya tak ada biaya pengganti terhadap bangunan liar yang berdiri di atas saluran air yang kini sudah dibongkar petugas.
"Mana ada yang seperti itu (uang kerohiman). Gak ada itu. Gak ada. Saya tegaskan, tidak ada relokasi atau pindah tempat untuk mereka, apalagi uang kerohiman. Ingat, bangunan mereka sudah mempersendat aliran air di saluran air. Pihak warga pun ataupun pihak Pemkot Kota atau petugas kebersihan lainnya, pastinya kesulitan membersihkan saluran air. Makanya kita bongkar," tegas Henri.