Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota FPI Mengaku Bawa Batu Untuk Wirid

Dikatakan Heru, dalam berita acara pemeriksaan disebutkan bahwa para anggota FPI membawa batu untuk wirid atau zikir

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Anggota FPI Mengaku Bawa Batu Untuk Wirid
Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha
Seorang anggota Front Pembela Islam (FPI) ditangkap polisi usai bentrok di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2014). Massa FPI melakukan demonstrasi menolak Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) diangkat menjadi gubernur. Warta Kota/Angga Bhagya Nugraha 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Penyidik Polda Metro Jaya belum bisa mengaitkan peristiwa kerusuhan saat unjuk rasa Front Pembela Islam (FPI) yang menjerat 22 tersangka dengan actor intelektual yang memerintah atau mendanai kegiatan tersebut. Direktur Reserse Polda Metro Jaya Kombes Heru Pranoto mengatakan, dirinya hanya bicara berdasarkan fakta dan bukan analisis, atau perkiraan.

“Jadi untuk pihak yang mendanai, itu ranah intelejen. Dalam pemeriksaan Para tersangka hanya memberikan apa yang dia lakukan. Contohnya mereka hanya terima broadcast di BBM (Blackberry Messennger),” ujarnya usai Apel Konsolidasi Operasi Mantap Brata di Mapolda Metro Jaya, Rabu (22/10/2014).

Dikatakan Heru, dalam berita acara pemeriksaan disebutkan bahwa para anggota FPI membawa batu untuk wirid atau zikir. “Ini kan tidak masuk di akal, tapi begitu penuturan mereka, bawa batu dari satu tempat di Jawa Barat, ke Jakarta hanya untuk wirid, mana ada wirid bawa batu?, alasan yang tidak masuk akal. Tapi kita kan tidak bisa memaksa keterangan mereka. Kasus ini kan pasal 170 (perusakan) dan 160 (penghasutan), jadi kalau bicara siapa yang menyuruh atau pasal 160 sudah ada tersangkanya (Novel dan Syahab), jadi sudah cukup dalam konstruksi pidana. Kalau masalah pendanaan dan sebagainya, kita kaji lagi cari data dari intelejen,” ujarnya.

Heru menjelaskan, fungsi intelejen adalah memberikan informasi. Kemudian, informasi dari intelejen harus diuji oleh Reserse, “Apakah informasi bisa jadi bukti dalam penyidikan, atau hanya informasi untuk masukan pimpinan mengambil keputusan. Seperti contohnya pendanaan, mungkin kita juga secara kasat mata semua tahu ada gambaran seperti itu (didanai), namun kan hukum tidak bisa berdasarkan asumsi saja. Harus dibuktikan, sampai sekarang semua tersangka belum menjelaskan. Ia hanya menjelaskan apa yang mereka lakukan, Novel juga tidak katakan (siapa yang mendanai),” ujarnya.

Seperti diketahui, berkas 22 tersangka sudah diberikan ke Kejaksaan Tinggi DKI. Para tesangka dijerat dengan pasal 160 KUHP tentang penghasutan, pasal 170 KUHP tentang perusakan secara bersama-sama, pasal 214 KUHP menalawan petugas atau aparat. Ancaman hukuman diatas lima tahun penjara. (Ahmad Sabran)

Berita Rekomendasi
Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas