Harga BBM Naik, Ibu-ibu Stres
Dalam sebulan untuk bekal anak sekolah saja Ny Tati harus menambah Rp 520.000
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tati Rohayati berkali-kali menepuk jidatnya. Dia mengaku stres berat karena sudah ada setumpuk masalah di depan mata, mulai dari keharusan menambah uang bekal sekolah untuk empat anaknya, uang transpor, dan belanja harian untuk memasak.
Warga Citra Indah, Cibubur, ini merinci, untuk anaknya yang paling gede karena kuliah di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dia harus menambah Rp 10.000 dari Rp 50.000 menjadi Rp 60.000 per hari. Anak keduanya yang duduk di bangku SMP harus ditambah Rp 5.000. Demikian pula yang ketiga dan empat karena masih di SD juga harus ditambah Rp 2.500.
Berarti, kata Tati, dalam sebulan untuk bekal anak sekolah saja ia harus menambah Rp 520.000. Sementara itu, lanjutnya, untuk belanja sehari-harinya dia mengeluarkan Rp 200.000 dan mulai sekarang harus ditambah Rp 50.000. "Berarti saya harus menambah uang belanja Rp 1,5 juta dalam sebulan," ucapnya.
Jika dihitung dengan rekening listrik, air, dan langganan koran, maka sejak harga BBM naik, Tati harus menambah pengeluaran Rp 3 jutaan lebih. Berarti biaya hidup sebulan yang harus ditanggung keluarga dengan 4 anak yang bersekolah itu jumlahnya akan membengkak dari Rp 7,5 juta menjadi Rp 10 juta lebih.
"Berat banget kalau gaji suami tidak naik, belum ongkos suami yang bekerja di Jakarta," kata Tati. Suaminya yang bekerja di sebuah perusahaan swasta ini bergaji Rp 9 juta setiap bulannya.
Keluhan serupa juga disampaikan Jaka, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Dia mengatakan, setelah harga BBM naik, dirinya yang hanya PNS golongan IIC harus mengetatkan ikat pinggang lagi. "Padahal saya sekarang saja sudah sangat ketat," katanya.
Dari gaji yang diperoleh, yakni Rp 4 jutaan sebulan, dia mengaku hanya bisa hidup pas-pasan bahkan terkadang kurang jika ada kebutuhan yang mendadak. "Apalagi harga BBM naik, maka ongkos dan sembako juga bakal naik," kata bapak dua putra ini.
Untuk mengakalinya, Jaka meminta sang istri mengurangi menu lauk pauk. Misalnya, jika sebelumnya masih bisa makan daging sebulan sekali, mulai saat ini harus dua bulan sekali atau tiga bulan sekali. "Ya terpaksa lah, makan dengan tempe, tahu atau sayur yang airnya banyak sementara isinya dikurangi," katanya. (Harian Warta Kota)