DPRD Pertanyakan Kelayakan Pemkot Depok Terima Penghargaan Parahita Ekapraya 2014
Sahat mengaku sudah menanyakan hal ini ke Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana, namun belum mendapatkan jawaban.
Editor: Rendy Sadikin
Laporan Wartawan Warta Kota, Budi Sam Law Malau
TRIBUNNEWS.COM, DEPOK - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Depok, Sahat Farida Berlian boru Saragih, mempertanyakan kelayakan Pemerintah Kota Depok (Pemkot Depok) dalam menerima penghargaan Parahita Ekapraya 2014 yang diberikan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kamis (18/12/2014) lalu.
Parahita Ekapraya merupakan penghargaan yang diberikan kepada Kementrian atau Lembaga serta Pemerintah Daerah baik provinsi maupun Kabupaten atau Kota yang dinilai telah berkomitmen dan mengimplementasikan strategi Pengarussutamaan Gender (PUG), pencapaian inovasi dalam mewujudkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, serta upaya untuk memenuhi hak anak.
"Apa saja indikatornya. Sebab kekerasan perempuan dan anak di Depok masih sangat tinggi dan penanganannya masih sangat minimal. Selama inipun tidak pernah ada publikasi laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang dikeluarkan Pemkot Depok dan penanganannya seperti apa," papar anggota Komisi D dari Fraksi PDI Perjuangan ini, kepada Warta Kota, Minggu (21/12/2014).
Sahat mengaku sudah menanyakan hal ini ke Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Susana, namun belum mendapatkan jawaban.
Sahat mengatakan dari penelusurannya di sejumlah website resmi kepemerintahan diketahui bahwa program gerakan One Day No Rice (ODNR) atau sehari tanpa makan nasi serta program One Day No Car atau sehari tidak membawa kendaraan pribadi bagi PNS, merupakan program inovatif kota depok yang dianggap sangat berpihak terhadap perempuan dan anak.
"Kalau ini dasarnya, lalu komentarku, sederhana saja. Inovatif dimananya? Keberpihakan terhadap perempuan dan anak dimananya?. Sangat aneh dan janggal," kata Sahat.
Selain itu, di website resmi tersebut juga disebutkan alasan Depok mendapatkan penghargaan itu, karena Pemkot Depok sangat fokus terhadap perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan melalui pendirian Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
"Soal ini, maka komentar saya adalah betul bahawa P2TP2A sudah didirikan. Tapi bagaimana implementasi tupoksi lembaga ini? Tidak dirasakan sama sekali oleh masyarakat Depok," kata Sahat.
Ia memaparkan saat ini Kota Depok tidak memiliki rumah aman sebagai pusat trauma healing atau pemulihan trauma bagi perempuan dan anak korban kekerasan.
Karenanya, ia mendesak Pemkot Depok untuk merumusakan Perda Perlindungan Perempuan dan Anak, agar ada regulasi yang jelas dan pembangunan infrastruktur yang memadai untuk mengatasi kekerasan pada perempuan dan anak serta perlindungan atas mereka.
"Banyak perempuan korban kekerasan di Depok enggan melapor ke polisi karena mereka merasa tidak terlindungi jika melaporkannya ke polisi," kata Sahat.
Hal itu katanya, karena di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Depok pun tidak ada fasilitas dan sarana yang memadai bagi anak dan perempuan korban kekerasan atau tempat pemulihan sementara, untuk mereka tinggal atau menginap.
"Ini akan teratasi jika Perda Perlindungan Perempuan dan Anak ada. Sebab Perda Kota Layak Anak yang ada, tidak bisa memenuhi hal ini serta regulasi dan implementasinya jauh berbeda," kata dia.
Dari data laporan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Depok yang dikeluarkan Polresta Depok, pada 2014 ini meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2013 lalu.
Jika sepanjang 2013 lalu tercatat ada 113 kasus laporan jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak di Depok.
Sementara pada tahun 2014, sampai awal Desember ini tercatat ada 204 kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang terlaporkan. Rinciannya sebanyak 108 kasus diantaranya adalah kekerasan pada anak, dan 96 kasus kekerasan pada perempuan.
"Jumlah ini adalah yang terlaporkan ke polisi dan sebagian kecil saja. Padahal jumlah sebenarnya yang terjadi di Depok, jauh lebih besar. Karena kasus kekerasan perempuan dan anak ini adalah fenomena gunung es. Hanya sedikit saja yang tampak di permukaan," papar Sahat.