Pembatasan Usia Kendaraan di Jakarta Sangat Tidak Tepat, Ini Sederet Solusi Lain dari YLKI
Sederet solusi jauh lebih baik ditawarkan YLKI sebagai penolakan wacana pembatasan usia kendaraan di jalanan Jakarta.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Rencana Pemprov DKI membatasi usia kendaraan bermotor yang boleh beroperasi di Jakarta dinilai tidak tepat. Sebagai instrumen pengendali kepadatan kendaraan, kebijakan ini dinilai tidak efektif karena tidak memiliki dasar aturan yang jelas. Selain itu, warga juga belum mendapat alternatif transportasi yang memadai.
Pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, kebijakan yang lebih tepat untuk mengurangi kemacetan adalah pembatasan penggunaan kendaraan pribadi.
”Penggunaan kendaraan pribadi, yakni mobil, bisa dilakukan dengan jalan berbayar elektronik (ERP). Selain itu, tarif parkir yang mahal, pajak progresif kendaraan bermotor, serta tarif tol yang mahal lebih tepat untuk mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi,” kata Tulus, Minggu (18/1).
Pembatasan usia kendaraan bermotor, menurut Tulus, berpotensi menguntungkan salah satu pihak, yakni industri otomotif. Jika kebijakan ini diterapkan, akan berpotensi memunculkan anggapan bahwa kebijakan ini merupakan kebijakan transaksional. Apalagi, ada kebijakan lain yang berpihak pada kendaraan pribadi, yakni pembangunan enam jalan tol dalam kota.
Tulus berharap, Pemprov DKI fokus pada pembenahan transportasi publik. ”Yang perlu dibuktikan sekarang adalah penyediaan transportasi publik massal yang nyaman, aman, terintegrasi, dan tarif terjangkau,” ucapnya.
Rencana pelarangan ini juga mendapatkan reaksi dari komunitas pencinta mobil. Waskito Bagus Martimbang, Ketua Komunitas Mazda Retro Classic (MRC), mengatakan, sebagian anggota komunitas ini menggunakan mobil untuk aktivitas harian. Sebagian lagi hanya hobi.
”Meskipun kami memakai mobil tua, perawatan mobil masih prima sehingga jarang sekali mobil mogok di tengah jalan. Uji emisi juga dilakukan rutin,” ujarnya.
Waskito, yang menggunakan mobil keluaran tahun 1983, juga mengatakan selalu memakai bahan bakar nonsubsidi. ”Kalau dari keiritan, mobil saya mengonsumsi 1 liter untuk 11-12 km,” katanya.
Penggunaan mobil pribadi, menurut Waskito, dilakukan karena kendaraan itu masih dianggap sebagai moda transportasi paling efektif. Sementara angkutan massal yang tersedia dinilai belum cukup memadai dan aman. Waskito merujuk kasus kebakaran bus transjakarta pada tahun 2014 lalu sebagai salah satu cerminan ketidakamanan angkutan massal.
Waskito mengatakan, sejumlah komunitas mobil berencana bertemu Gubernur DKI Jakarta untuk berdialog tentang rencana pembatasan usia kendaraan ini.
Menurut dia, selain MRC, masih banyak komunitas mobil lain yang menentang rencana tersebut. Pada Minggu, puluhan anggota komunitas tersebut berkumpul dan menggelar aksi pengumpulan tanda tangan untuk menolak rencana pembatasan usia kendaraan tersebut.
Berdasar catatan Kompas, dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi, tak ada klausul tentang pembatasan usia kendaraan pribadi. Adapun Pasal 51 mengatur pembatasan usia kendaraan bermotor umum berupa bus besar, bus sedang, bus kecil, taksi, dan mobil barang.
Tunggu kesiapan
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, pembatasan usia kendaraan pribadi merupakan salah satu cara yang ditempuh kota-kota maju di dunia dalam mengatur lalu lintasnya. Pihaknya tengah berhitung soal kesiapan angkutan umum sebelum menerapkan aturan itu.