Habis Afriyani, Muncullah Christopher
Meskipun kecelakaan lalu lintas menjadi persoalan besar, upaya menekan angka kecelakaan ini belum maksimal.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS, JAKARTA - Tanggal 22 Januari 2012, kecelakaan besar menimpa pejalan kaki di Jalan MI Ridwan Rais, Jakarta Pusat. Mobil Daihatsu Xenia yang dikendarai Afriyani Susanti menabrak pejalan kaki. Sembilan orang meninggal dan tiga orang luka dalam kejadian itu.
Afriyani menjalani dua persidangan akibat perbuatannya itu. Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dia divonis penjara 15 tahun. Hakim berpendapat, Afriyani terbukti melanggar Pasal 311 ayat 5 dan Pasal 311 ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Afriyani menjalani sidang penggunaan narkoba. Hakim memvonis Afriyani hukuman penjara empat tahun atas kasus ini. Konsumsi narkoba dilakukan sebelum mengemudikan mobil.
Akibat pengaruh narkoba, cara mengemudi Afriyani membahayakan nyawa orang lain. Dari catatan polisi, kecepatan kendaraan di lokasi kejadian lebih dari 90 kilometer per jam. Mobil yang dikendarai Afriyani menabrak trotoar dan pejalan kaki yang melintas di trotoar.
Tanggal 22 Januari lantas dijadikan Hari Pejalan Kaki Nasional setiap tahunnya. Hampir tiga tahun berselang, tabrakan maut kembali menghebohkan publik. Kali ini, pengendara mobil Mitsubishi Outlander Sport menabrak sejumlah kendaraan di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Selasa (20/1/2015) malam.
Pengemudi mobil, Chistopher David Sjarif (22), ditetapkan sebagai tersangka dalam kejadian yang menyebabkan empat nyawa melayang itu. Polisi masih menyelidiki penyebab pasti tabrakan. Badan Narkotika Nasional memeriksa kemungkinan tersangka mengonsumsi narkoba sebelum mengendarai mobil.
Perilaku dan infrastruktur
Kecelakaan di jalan raya terjadi hampir setiap hari. Dari data Polda Metro Jaya, sepanjang tahun 2014, terjadi 5.472 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 578 orang meninggal. Kalau dirata-rata, 1-2 orang meninggal setiap hari di jalan raya. Kecelakaan juga menyebabkan 2.515 orang mengalami luka berat dan 3.618 orang luka ringan. Kerugian materi akibat kecelakaan mencapai lebih dari Rp 19 miliar.
Meskipun kecelakaan lalu lintas menjadi persoalan besar, upaya menekan angka kecelakaan ini belum maksimal.
Ketua Umum Road Safety Association Edo Rusyanto mengutip data Polda Metro Jaya yang mencatat kecelakaan yang melibatkan mobil naik dari 40 persen pada tahun 2010 menjadi 43 persen pada tahun 2014. ”Yang menjadi pertanyaan, apakah naiknya jumlah kecelakaan yang melibatkan mobil ini disebabkan juga banyak pengguna mobil yang baru memegang setir dan menyebabkan ketidakcermatan saat mengemudi? Di banyak perusahaan, level manajer ke atas mendapatkan fasilitas mobil. Sebagian besar penerimanya baru beralih dari pengendara sepeda motor menjadi pengemudi mobil,” katanya.
Edo juga mencatat, 24 persen kecelakaan disebabkan perilaku tidak tertib. Karena itu, perlu peningkatan keterampilan mengemudikan mobil yang aman dan selamat bagi pengendara pemula.
Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia Ellen Tangkudung mengatakan, kecelakaan lalu lintas diawali dengan pelanggaran. Pelanggaran ini menjelma dalam berbagai wujud, mulai dari mengabaikan rambu lalu lintas hingga mengendarai kendaraan tanpa kendali. Ekses pelanggaran ini bisa ringan, bisa berat. ”Penindakan terhadap pelanggaran harus dilakukan terus,” ucapnya.
Peningkatan infrastruktur
Hal lain yang mendesak dilakukan adalah perbaikan transportasi massal untuk menarik pengguna kendaraan pribadi beralih menjadi pengguna angkutan massal. Sebab, semakin sedikit pengguna kendaraan pribadi, semakin sedikit ragam kebiasaan berkendara. Pada akhirnya, kecelakaan bisa ditekan.
Angkutan umum yang baik selayaknya memfasilitasi pengguna sejak awal perjalanan hingga ke tempat tujuan. Infrastruktur pendukung mobilitas warga tak kalah penting, yaitu trotoar yang aman bagi pejalan kaki. Namun, kondisi trotoar banyak yang tidak layak sehingga memaksa pejalan kaki turun ke jalan raya. Akibatnya, pejalan kaki pun kian rawan menjadi korban kecelakaan.
”Infrastruktur menuntut kita untuk tertib. Kalau infrastruktur lengkap, kita relatif mudah untuk tertib. Tetapi, dengan kondisi trotoar saat ini, pejalan kaki suatu saat berjalan di trotoar, tetapi di saat yang lain enggak. Akibatnya, kita tidak biasa tertib berjalan di trotoar. Padahal, trotoar itu hak pejalan kaki. Kalau dia jalan tidak di trotoar, seharusnya dia salah,” katanya.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus berharap kota bersahabat dengan pejalan kaki. ”Namun, tiga tahun setelah kejadian Afriyani, belum terlihat gerakan besar yang memberikan fasilitas bagi pejalan kaki. Dengan anggaran Rp 5 miliar, misalnya, pemprov bisa membuat zebra cross secara masif ketimbang membuat satu jembatan penyeberangan,” katanya.
Dia berharap ada perbaikan dan integrasi angkutan massal. Sebagian besar pejalan kaki juga menjadi pengguna angkutan massal karena berjalan kaki merupakan sarana transportasi pengumpan menuju halte atau stasiun angkutan umum. (Agnes Rita Sulistyawaty).