Masih Sengketa, Tiket Elektronik Tetap Diterapkan di Koridor 4 dan 6
Tiket elektronik tetap diterapkan di koridor 4 dan 6 TransJakarta meskipun masih ada sengketa hukum
Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tiket elektronik tetap diterapkan di koridor 4 dan 6 TransJakarta meskipun masih ada sengketa hukum antara Bank DKI dan PT Megah Prima Mandiri selaku pemenang tender tiket elektronik.
Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Antonius Kosasih menjelaskan sengketa hukum tersebut ujungnya tidak mengganggu rencana penerapan sistem pembayaran tiket elektronik TransJakarta.
Hal tersebut dikarenakan sengketa hukum hanya melibatkan kedua perusahaan itu tanpa sama sekali melibatkan PT Transportasi Jakarta selaku pengelola TransJakarta secara penuh.
"Gugatan hukumnya menyoal masalah kontrak antara Bank DKI dan PT MPM, tetapi tidak mempermasalahkan jika penerapan e-ticketing itu dilakukan PT Transportasi Jakarta," kata Kosasih melalui sambungan teleponnya, Kamis (5/2/2015).
Untuk itu, PT Transportasi Jakarta mengambil inisiatif melakukan pengadaan mesin e-ticketing secara mandiri tanpa melibatkan pihak ketiga. Apa yang dilakukan PT Transportasi Jakarta dalam rangka mengejar keterlambatan sistem pembayaran non tunai yang sudah diprogramkan Pemprov DKI.
"PT Transportasi Jakarta sama sekali tidak menggunakan alat-alat milik MPM, tetapi mendayagunakan alat-alat milik kami sendiri," kata Kosasih.
Sistem pembayaran tiket TransJakarta dengan e-ticketing dilakukan di koridor 1 TransJakarta mulai 1 Agustus 2014. Secara bertahap, sistem tersebut diterapkan terhadap 11 koridor TransJakarta saat ini. Tetapi penerapannya khusus koridor 4 dan 6 terkendala akibat adanya sengketa hukum antara Bank DKI selaku operator sistem pembayaran dengan PT Megah Prima Mandiri.
PT Megah Prima Mandiri sebelumnya memenangkan tender yang diadakan Bank DKI untuk menyediakan mesin pembayaran tiket elektronik dan membangun jaringan kabel fiber optik di koridor 4 dan koridor 6. Tetapi dalam perkembangannya Bank DKI justru menunjuk perusahaan lain dalam hal ini PT Gamatechno untuk mengelola sistem pembayaran elektronik padahal PT MPM telah selesai melakukan pembangunan infrastruktur dengan biayanya sendiri.
Bank DKI pun belum mengganti dana yang telah dikeluarkan oleh PT MPM tersebut sampai akhirnya persoalan tersebut dibawa ke meja hijau.