Sempat Ditahan, Produsen Es Batu Beracun Kembali Dilepaskan
Penyidik Polsek Metro Setiabudi tidak menahan AL dan DDN, dua pengelola PT Elstar Utama, tersangka pembuatan es batu ilegal
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Polsek Metro Setiabudi, Jakarta Selatan tidak menahan AL dan DDN, dua pengelola PT Elstar Utama yang menjadi tersangka pembuatan es batu ilegal. Es batu tersebut diduga menggunakan zat kimia berbahaya. Kasus AL dan DDN tersebut terus berjalan.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Audie Latuheru menegaskan, kasusnya tetap dilanjutkan, namun tersangka tidak ditahan.
"Tidak kami lakukan penahanan," ujarnya di Polrestro Jakarta Selatan, Senin (13/4/2015).
Audie tidak menjelaskan alasan tidak ditahannya kedua pendistribusi es balok mengandung zat berbahaya tersebut.
Namun Audie meminta wartawan mengonfirmasi kepada pimpinan Polsek Metro Setiabudi yang menangani kasus itu. Padahal, es batu tersebut berbahaya dan sudah banyak dikonsumsi.
Berdasarkan aturan dalam KUHAP, seorang tersangka ditahan dengan alasan dikhawatirkan melarikan diri, mengulangi perbuatannya lagi, dan menghilangkan barang bukti.
Sebelumnya, anggota Polsek Metro Setiabudi menggerebek pabrik yang memproduksi es batu menggunakan bahan kaporit, soda api, tawas, ANP dan antifoam di kawasan Cakung Jakarta Timur pada akhir Maret 2015.
Awalnya polisi menerima laporan adanya warga Setiabudi yang diduga keracunan akibat mengkonsumsi es batu. Selanjutnya, polisi menyelidiki asal peredaran es batu tersebut dengan menelusuri warung penjualan, depo es balok hingga pabrik yang memproduksi.
Akhirnya, polisi menemukan dan menggerebek pabrik PT Elstar Utama yang diduga memproduksi dan mengedarkan es batu berbahan bahaya itu di kawasan Cakung Jakarta Timur.
Pabrik es batu berbahaya itu berdiri sejak 15 tahun lalu. Diduga pengelola pabrik itu memproduksi es batu dengan bahan baku es dari Sungai Kalimalang Jakarta Timur dicampur bahan kimia sejenis kaporit, soda api, tawas, ANP dan antifoam.
Pemilik pabrik mendistribusikan es batu ke warung seharga Rp 12.000-Rp30.000 per balok dengan target penjualan 2.000 balok per hari.
Para tersangka termasuk pemilik pabrik dijerat Pasal 94 dan 45 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dengan ancaman tiga tahun atau denda Rp 500 juta.
Selain itu, penyidik juga menjerat tersangka dengan Pasal 62 Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ancaman lima tahun penjara atau denda Rp2 miliar dan Pasal 135, Pasal 140 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ancaman dua tahun penjara atau denda Rp 4 miliar.(Ahmad Sabran)