Batu Giok di Trotoar Tomang Milik Bekas Bupati Wonogiri
Batu setinggi 40 sentimeter dengan lebar lebih kurang 70 sentimeter itu awalnya merupakan milik mantan Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi.
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, Jakarta — Terhitung sejak hari Jumat (8/5/2015) malam, warga di wilayah Tomang, Jakarta Barat, dihebohkan penemuan batu yang menyerupai giok di Jalan Mandala Raya.
Perhatian mereka tertuju pada sebuah bongkahan batu yang sering dikorek atau diambil oleh orang untuk dijadikan cincin batu akik.
Batu setinggi 40 sentimeter dengan lebar lebih kurang 70 sentimeter itu awalnya merupakan milik mantan Bupati Wonogiri, Begug Poernomosidi.
Ilustrasi batu akik
Begug merupakan pemilik rumah yang berada persis di belakang tempat batu itu berada.
"Iya betul, memang punya Pak Begug. Beliau ini suka mengoleksi batu. Saya pernah diundang main ke rumahnya, di dalam memang banyak pajangan dari batu," kata Ketua RW 04 Haryanto (53), Senin (11/5/2015) malam.
Haryanto yang sudah tinggal di sana sejak tahun 1974 menceritakan asal mula keberadaan batu itu. Sekitar tahun 1984, Begug dikatakan sudah menempati rumah di sana.
Batu yang ada di luar pagar rumahnya itu sendiri baru terlihat pada tahun 1987.
"Dulu bentuknya kayak meja besar, tingginya lebih kurang satu setengah meter," tutur Haryanto.
Dia menjelaskan, saat batu itu dibuat, belum ada trotoar di sepanjang Jalan Mandala Raya.
Batu itu sendiri memang sengaja ditempatkan Begug di depan rumahnya bersamaan dengan bunga dan tanaman yang sengaja ditanam di sana. Trotoar dibangun setelah tahun 2010.
Awalnya, ujar Haryanto, trotoar belum dibuat sebagus seperti sekarang ini. Dengan adanya batu itu, pembangunan trotoar pun harus menyesuaikan keberadaan batu yang saat itu masih utuh.
"Jadi kalau ibarat ngebangun trotoar, tengahnya di tempat batu sengaja dikosongin, setelah tempat batu baru ada trotoar lagi," terang Haryanto.
Menurut Haryanto, tidak ada alasan khusus kenapa batu itu ditempatkan di luar rumah. Haryanto hanya melihat bahwa di dalam rumah Begug ada batu serupa yang ditempatkan di beberapa titik, seperti di halaman rumah maupun di dalam rumah.
Waktu berlanjut hingga tahun 2012. Pada tahun itu, Begug diketahui telah menjual rumahnya dan berpindah ke Wonogiri, Jawa Tengah.
Saat pindah, Begug membawa serta pajangan-pajangan batu yang ada di rumahnya itu. Terkecuali batu yang ada di depan rumahnya, tidak ikut dibawa serta.
"Kalau kami, warga, lihat, kayaknya Pak Begug sengaja tinggalin batu itu di sana. Kalau mau dibawa, pasti sudah dari dulu kali. Buktinya pajangan batu yang lain kan sudah ikut diangkut," jelas Haryanto.
Jadilah rumah itu kosong dan akhirnya didapat seorang pembeli yang sampai kini belum menempati bekas rumah Pak Begug.
Kondisi rumah itu sendiri sudah roboh alias jadi satu dengan tanah. Hanya ada beberapa lembar seng berukuran besar yang menutupi bagian dalam rumah dari pandangan orang di luar.
Sejak rumah itu ditinggal oleh Begug, satu per satu mulai muncul orang tak dikenal yang suka mengorek bagian batu tersebut.
Sehingga, dari yang setinggi satu setengah meter, tinggi batu itu sekarang hanya tinggal kurang dari setengah meter.
Haryanto bersama Lurah Tomang Aji Kumala pun sempat beberapa kali memergoki warga yang berkelahi gara-gara memperebutkan batu itu.
Belakangan, warga yang datang untuk mencongkel batu semakin banyak sehingga dinilai mengganggu ketertiban umum.
"Kita intinya enggak masalah kalau ada yang mau ngambilin batunya. Kita juga enggak bisa larang. Tapi kalau sampai bikin macet gara-gara pada parkir, kan sudah beda urusan. Apalagi kejadian di wilayah saya," tegas Haryanto.
Beberapa hari yang lalu pun dia pernah menemukan dua orang yang sebenarnya belum sama-sama kenal membuat perjanjian sendiri di batu itu.
Mereka masing-masing memasang waktu maksimal 10 menit untuk mengambil batu. (Andri Donnal Putera)