Dosen UP dan Istri Pertontonkan Hal Tak Senonoh di Depan Anak-anaknya
Menurut Arist, paksaan itu dilakukan UP dan NS jika keduanya menganggap anak-anak mereka berbuat nakal.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan, kelima anak yang mengalami penelantaran oleh orangtuanya tak hanya mengalami pengabaian.
Mereka juga dipaksa oleh orangtuanya, UP (45) dan NS (42), untuk menyaksikan hal tak senonoh.
"Tak hanya ditelantarkan, anak-anak itu juga dipaksa oleh orangtuanya menyaksikan hal tak senonoh," kata Arist seusai menjenguk kelima anak tersebut di rumah aman di Cibubur, Jakarta Timur, Senin (18/5/2015).
Menurut Arist, paksaan itu dilakukan UP dan NS jika keduanya menganggap anak-anak mereka berbuat nakal.
"Perbuatan tak senonoh itu harus disaksikan kelima anak tersebut hampir setiap hari," kata Arist.
Oleh karena itu, Arist menekankan agar hak asuh UP dan NS terhadap kelima anaknya dapat diputus sepenuhnya.
Kelima anak tersebut selanjutnya dapat diserahkan pengasuhannya kepada kakek dan neneknya.
Namun, jika tak memungkinkan, anak-anak tersebut dapat dipelihara negara.
[BACA: Ini Lima Tempat Menarik di Sydney Bagi yang Kurang Piknik]
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise, yang turut hadir menjenguk ke rumah aman di Cibubur, juga menegaskan, hak asuh UP dan NS terhadap kelima anaknya harus dicabut.
"Saya pribadi juga akan segera bertemu dengan kedua orangtua anak-anak tersebut untuk wawancara. Untuk mengetahui apa yang sebetulnya terjadi di antara mereka," ujar Yohana.
Positif narkoba
UP dan NS juga ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil tes urine yang dilakukan terhadap keduanya, mereka positif mengonsumsi sabu.
[BACA: Liburan di Australia, Tak Perlu Repot Cari Makanan Halal yang Lezat]
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Eko Daniyanto menyatakan, polisi menemukan barang bukti 0,58 gram sabu di rumah pasangan tersebut di Perumahan Citra Grand, Cibubur, Bekasi.
"Tes urine memang sudah dilakukan oleh Bidokkes (Bidang Kedokteran dan Kesehatan). Kami juga akan mengambil tes urine dan darah untuk diserahkan Labfor Mabes Polri. Untuk saat ini sudah kami tetapkan sebagai tersangka," kata Eko kepada wartawan, Senin.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan di Rutan Narkoba Polda Metro Jaya.
Eko menyebutkan, tersangka UP dan NS dilimpahkan dari Subdit Renakta Direskrimum.
Turut diserahkan juga barang bukti berupa sabu seberat 0,58 gram.
Dalam pemeriksaan, lanjut Eko, tersangka mengakui telah menggunakan sabu sekitar 5-6 bulan.
Tersangka dijerat dengan Pasal 112 dan 114 subsider Pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman maksimal 7 tahun penjara.
Keduanya juga terbukti positif mengonsumsi narkoba dari pemeriksaan urine yang dilakukan Bidokkes Polda Metro Jaya.
Kepala Bidokkes Polda Metro Jaya Komisaris Besar Musyafak mengatakan, pada Jumat pekan lalu pihaknya telah melakukan pemeriksaan urine.
Hasilnya, ujar Musyafak, urine tersebut mengandung sabu.
Eko menambahkan, dari pemeriksaan, sabu tersebut didapat tersangka dari seseorang berinisial O.
"Kami sedang lakukan pengejaran, inisialnya O. Mudah-mudahan bisa kami tangkap dan kami kembangkan," ungkap Eko.
Uji kelayakan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) belum selesai melakukan uji kelayakan atas keluarga lima bocah yang ditelantarkan orangtua mereka. Kedua orangtua, UP dan NS, tengah menjalani proses hukum.
Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, uji kelayakan dilakukan terhadap kerabat dekat keluarga ini, seperti kakek-nenek dan paman-bibi mereka.
"Apabila hak pengasuhan orangtua korban dicabut, maka akan dialihkan ke kerabat dekatnya. Karena itu, kami sedang lakukan uji kelayakan kerabat dekat untuk mencari kemungkinan tempat yang aman dan nyaman untuk pengasuhan kelima anak ini," katanya, Senin.
Sekretaris Jenderal KPAI Erleinda mengatakan, sejumlah lingkungan yang menjadi pilihan untuk pemulihan trauma bagi kelima bocah itu di antaranya lembaga atau panti milik pemerintah, lembaga yang ditunjuk, atau pada lingkungan keluarga dekat, seperti tante, paman, atau kakek-nenek (Kompas, 18/5/2015).
Hingga kini, kelima anak itu masih tinggal di rumah aman yang terletak sekitar 1 kilometer dari rumah keluarga ini di kawasan Cibubur.
Satu dari lima anak, yakni AD (8), sempat diusir dari rumah sekitar satu bulan terakhir.
AD tinggal di pos satpam dan di rumah tetangganya.
Adapun keempat saudarinya tetap ada di rumah, tetapi tidak dibolehkan keluar rumah.
Kelima anak ini dievakuasi ke rumah aman sejak 14 Mei.