Steven Setiabudi Musa: Penegakan Hukumnya Harus Kuat di Kawasan Tanpa Rokok
Merokok berbahaya tetapi terkena asap rokok pun tidak kalah membahayakannya
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Merokok berbahaya, tetapi terkena asap rokok pun tidak kalah membahayakannya.
Oleh karena itu perokok pasif harus diproteksi.
Lazimnya, untuk melindungi perokok pasif dikenal dengan Kawasan Tanpa rokok.
Demikian benang merah dari dialog publik "Menuju Penguatan Regulasi Kawasan Tanpa Rokok di DKI Jakarta" yang diadakan oleh YLKI, Kamis (9/7), di Hotel Ibis Tamarind, Wahid Hasyim, Jakarta Pusat.
Dialog publik ini menghadirkan empat pembicara. Yakni, Rohani Budi Prihatin, peneliti senior P3DI DPR RI, Wahyono, Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta, Azas Tigor Nainggolan, Ketua Forum Warga Jakarta, dan Steven Setiabudi Musa, anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta, yang membawahi bidang kesra dan olahraga.
"Saya pernah membaca tulisan saudara Steven Musa ini di harian Suara Pembaruan beberapa bulan lalu. Judulnya, "Perokok Harus Dibuat Tidak Nyaman," kata Ketua YLKI Tulus Abadi saat membuka acara ini.
Dalam hal pengendalian dampak buruk akibat rokok, Jakarta boleh berbangga.
Pasalnya, sejak tahun 2005, Jakarta telah memiliki aturan Kawasan Dilarang Merokok yang 'diselipkan' dalam Perda No 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Komitmen ini berlanjut dengan Pergub No 75 tahun 2005 dan Pergub No 88 tahun 2010 tentang Kawasan Dilarang Merokok.
Namun, dalam konteks perkembangan hukum nasional, komitmen Pemprov DKI Jakarta sudah tidak sesuai lagi.
Selain dasar hukum yang masih 'diselipkan' di Perda Pengendakian Pencemaran Udara, juga istilah yang digunakan masih Kawasan Dilarang Merokok.
Sedangkan hukum positif di Indonesia telah menggunakan istilah Kawasan Tanpa Rokok, sesuai yang tercantum di UU Kesehatan.
Steven Setiabudi Musa dalam paparannya menyampaikan, ia mendukung penuh Perda tentang 'KTR' atau Kawasan Tanpa Rokok.
"Penegakan hukumnya harus kuat," tegas anggota Komisi E DPRD DKI dari PDI-P itu. tb