NEWSVIDEO: Waspada! Ketumbar Dioplos Bahan Kimia Berbahaya
Waspada dengan ketumbar beredar di pasaran. Baru-baru ini pelaku pengoplos ketumbar dengan soda api dan zat kimiar berbahaya ditangkap kepolisian.
Editor: Y Gustaman
Laporan Reporter Tribunnews Video, Ahmad Sabran
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah banyak beredar beras dengan campuran bahan kimia, kini bumbu dapur pun dioplos. Ada saja orang yang mau mengeruk keuntungan dari ketumbar oplosan dengan bahan kimia berbahaya.
Aparat Subdit Indag, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mengungkap pelaku kejahatan yang mencampur ketumbar dengan bahan kimia berbahaya, agar tampilannya lebih menarik, dari berwarna hitam atau cokelat tua menjadi putih dan cokelat muda.
Polisi meringkus pelaku yang melakukan aksinya di Pergudangan Pantai Indah Dadap, Kosambi, Tangerang, Banten.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Mudjiono kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (9/7/2015), mengatakan, pemilik gudang, FG, mencampur bahan kimia berupa soda ash light atau biasa disebut soda api dan Hyprox TM 500 atau biasa disebut Hidrogen Peroksida (H20).
“Bahan kimia tersebut langsung dimasukkan ke dalam satu mesin pengolah bersama ketumbar. Padahal ini (soda api) sangat keras dan bukan untuk konsumsi," ujarnya.
Ia mengatakan dalam jangka panjang konsumsi ketumbar sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kanker. Petugas menyita barang bukti berupa 1,25 ton ketumbar yang sudah dicampur bahan kimia,125 kg ketumbar yang belum diproses, 35 liter H20, 40 kg soda api, mesin pengaduk, mesin jahit karung, dan terpal. Pelaku sudah mengedarkan ketumbar ini di kawasan Tangerang dan Jakarta.
“Kalau masyarakat awam, pasti memilih yang sudah bersih dan bagus seperti ini, padahal ini berbahaya,” ujarnya.
Menurut dia, tersangka telah mengoplos ketumbar dengan bahan kimia ini sejak tahun 2010. Ia mendapatkan untung Rp 1.100 per kilogram ketumbar yang sudah diolah. Sedangkan dalam sebulan, tersangka bisa mengolah hingga puluhan ton ketumbar.
Pelaku dijerat pasal 136 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan, pasal 110 UU Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan, dan pasal 62 UU nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.