Buniani Konsumsi Sendiri Padi Produksinya
"Mau harga naik atau turun, kita tidak terpengaruh. Beras ini saya makan sendiri," kata Jibon, petani di Curug, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
Editor: Y Gustaman
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga beras kerap kali naik dan membuat masyarakat panik. Terakhir kenaikan beras terjadi menjelang Hari Raya Idul Fitri, berbarengan dengan bahan-bahan kebutuhan pokok.
Namun kenaikan harga beras tidak pernah membuat Buniani (56) atau akrab dipanggil Jibon, khawatir. Pasalnya ia menanam sendiri berasnya di lahan garapan seluas sekitar satu hektare, di Curug, Bojongsari, Depok, Jawa Barat.
"Mau harga naik atau turun, kita tidak terpengaruh. Beras ini saya makan sendiri," kata Jibon saat ditemui Tribunnews.com di lahannya, Minggu (2/8/2015).
Lahan yang ia garap mulanya lahan milik keluarga besar. Pada awal 1990 lahan tersebut dijual ke sebuah perusahaan pengembang perumahan dengan harga Rp 25 ribu per meter. Hingga kini lahan bekas miliknya belum juga digarap menjadi perumahan. Ia pun masih diizinkan bertani di lahan tersebut.
Kemudian lahan itu dibagi menjadi lima bagian. Satu bagian untuk tanaman selain padi, dan empat bagian ia tanami padi, dengan total produksi sampai empat ton tiap panen. Ia sengaja membagi sawah yang ia tanami padi menjadi empat bagian, dan digarap pada waktu berbeda.
Penggarapan di waktu berbeda itu membuat panen beras yang ia peroleh terjadi secara berkesinambungan, dengan jumlah yang cukup. Sehingga ia tidak memerlukan gudang penyimpanan untuk menampung beras yang berlebih.
"Ini semua berasnya untuk makan sendiri, tidak dijual, sayang soalnya. Kalau ada berlebih, saya kasih tetangga yang kekurangan," terang Jibon.
Bibit untuk sawahnya itu ia dapatkan secara cuma-cuma dari pemerintah kota Depok. Tenaga penggarap tersebut adalah tenaganya sendiri. Namun pupuk untuk penyubur sawahnya itu ia harus beli.
Untuk membiayai pembelian pupuk dan kebutuhan hidup lainnya, Jibon mengandalkan sebidang lahan seluas sekitar dua ratus meter, yang ia jadikan ladang. Di tanah tersebut ia tanami mulai dari bayam, singkong, kangkung hingga jagung. Seluruh hasil panen dari sebidang lahan tersebut ia jual.
Bila sawah kekeringan, petani yang hanya tamatan kelas 3 sekolah dasar itu siap beralih profesi menjadi kuli bangunan. Kata dia sekitar 10 lalu, kekeringan sempat melanda wilayah tersebut sekitar tujuh bulan. Bapak enam anak itu pun beralih profesi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.