Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Beda Keputusan Pengadilan di Jakarta dan Singapura, Kasus JIS Dipertanyakan

Aktivis hak asasi manusia dari Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono menilai adanya dugaan rekayasa dalam kasus ini.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Beda Keputusan Pengadilan di Jakarta dan Singapura, Kasus JIS Dipertanyakan
AFP/ADEK BERRY
Staf pengajar TK Jakarta International School (JIS) yang menjadi terdakwa dugaan asusila Ferdinan Michael Tjiong (dua kiri) dan Neil Bantleman (dua kanan) tiba di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (2/12/2014). Dua guru JIS Neil Bantleman dan Ferdinan Michael Tjiong menjalani sidang perdana terkait dugaan tindakan kekerasan seksual terhadap beberapa murid JIS dengan ancaman hukuman maksimal hingga 15 tahun penjara. AFP PHOTO / ADEK BERRY 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Putusan pengadilan Singapura tentang kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh dua guru Jakarta International School (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinan Tjong berbeda dengan putusan di Pengadilan di Indonesia.

Pada (16/7/2015) lalu Pengadilan Singapura telah menvonis DR, ibu AL bersalah dan harus membayar ganti rugi senilai 230 ribu dolar AS atau sebesar Rp 2,3 miliar kepada Neil Bantleman, Ferdinan Tjong dan JIS.

DR dinyatakan bersalah karena mencemarkan nama baik ketiga pihak tersebut lantaran tuduhan terhadap Neil dan Ferdi telah melakukan tindak kekerasan seksual kepada anaknya AL, tidak terbukti.

Menanggapi hal tersebut, aktivis hak asasi manusia dari Human Rights Watch (HRW) Andreas Harsono menilai adanya dugaan rekayasa dalam kasus ini.

Menurut Andreas Harsono, dalam putusan Pengadilan Singapura, Ferdinan dan Neil tidak terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap AL siswa TK JIS berdasarkan bukti hasil anuscopi terhadap AL.

"Harusnya, bukti medis yang dijadikan dasar Pengadilan Singapura bisa menjadi bahan pertimbangan hakim di Indonesia. Karena pemeriksaan medis di Singapura jauh lebih detil dan melibatkan banyak dokter ahli," ujar Andreas Harsono, Jumat (7/8/2015).

Secara terpisah, pengamat hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi mengatakan, pengadilan harus berani melakukan terobosan untuk menyelamatkan hukum serta memastikan bahwa kebenaran dan keadilan harus diberikan kepada yang berhak.

Berita Rekomendasi

Menurut Fachrizal Afandi, dalam kasus JIS materi yang dipersoalkan di Singapura dan Indonesia itu sama yakni tindak kekerasan seksual dengan obyek sama termasuk bukti atau fakta medisnya. Jadi, jangan mengabaikan fakta-fakta medis untuk ungkap kebenaran.

"Hakim harus berani melakukan terobosan, jangan sampai orang bersalah dihukum oleh perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan," jelas Fachrizal Afandi.

Seperti diketahui, pemeriksaan AL di Singapura dilakukan melalui proses anuscopi lengkap yang dilakukan oleh tim dokter ahli bedah, ahli anastesi dan ahli psikologi.

Hasilnya diklaim akurat karena melalui pembiusan total sehingga lubang pelepas dapat diteliti secara cermat. Pihak terdakwa Neil dan Ferdinan menduga tuduhan pelaku sodomi terhadap mereka hanyalah untuk memperkuat permintaan ganti rugi sebesar 125 juta dolar AS oleh salah satu ibu pelapor. (Ahmad Sabran)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas