Bantahan Ahok Terkait UPS, Dibenarkan Data BPK
pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) tahun 2014, tak melalui pembahasan antara DPRD DKI dan pihak eksekutif.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan menemukan fakta, bahwa pengadaan alat Uninterruptible Power Supply (UPS) tahun 2014, tak melalui pembahasan antara DPRD DKI dan pihak eksekutif.
Menurut data yang dihimpun BPK, pengadaan alat tersebut nyatanya merupakan hasil rapat internal Komisi E DPRD.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang tercantum dalam draf laporan hasil pemeriksaan (LHP) diketahui, bahwa kegiatan Pengadaan UPS di BPAD, Sudin Dikmen Jakbar dan Sudin Dikmen Jakput telah dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Perubahan Anggaran (DPPA) BPAD dan masing-masing Sudin.
Penambahan Kegiatan Pengadaan UPS tersebut pada anggaran BPAD dan anggaran masing-masing Sudin didasarkn pada hasil pembahasan internal Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta yang hanya ditandatangani oleh Pimpinan Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta.
"Penambahan Kegiatan dalam hasil pembahasan internal Komisi E DPRD Provinsi DKI Jakarta tersebut, tidak melalui mekanisme pembahasan Rancangan APBD (RAPBD) antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selaku pihak legislatif dengan Gubernur selaku pihak eksekutif (yang diwakili oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait," tulis BPK di halaman 214 draf tersebut.
Sebelumnya, santer diberitakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kerap kali membantah, bahwa pengadaan UPS tak melalui persetujuan eksekutif, yaitu tim anggaran pemerintah daerah (TAPD), serta dinas terkait, yaitu dinas pendidikan.
Data yang dihimpun BPK, selain pengadaan UPS, hasil rapat internal Komisi E, juga merancang pembiayaan alat fitnes, pengadaan buku, serta alat visual.
Dilaporkan dugaan penyimpangan pengadaan UPS berkisar Rp 2,16 triliun. Jumlah itu ditemukan BPK dalam laporan keuangan Provinsi DKI Jakarta 2014.
Kerugian terdiri atas indikasi kerugian daeran senilai Rp 442,37 miliar, potensi kerugian daerah senilai Rp 1,71 triliun, kekurangan penerimaan daerah senilai Rp 3,23 miliar, administrasi senilai Rp 469,51 juta, dan pemborosan senilai Rp 3,04 miliar.