Polisi Garuk 24 'Pak Ogah' di Jakarta Utara
Para pak ogah ini kerap meminta uang dengan paksa kepada pengemudi yang sudah dibantunya
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Susetio Cahyadi, mengatakan, polisi mengamankan pengatur lalu lintas (lalin) liar atau akrab disebut Pak Ogah sebanyak 24 orang. Menurut dia, sebagian masih anak-anak.
"Sebanyak 24 orang kami amankan dan hendak kami bina ini, yang biasa menolong pengendara yang akan memutar arah ataupun akan membantu kelancaraan di persimpangan jalan yang selalu ramai dan menjadi titik simpul kemacetan. Mereka kami amankan saat Operasi Cipta Kondisi. Hampir sebagian, itu masih anak-anak atau rata-rata dibawah umur 17 tahun," ujar Susetio, Senin (29/09/2015).
Menurut Susetio, para 'pak ogah' ini kerap meminta uang dengan paksa kepada pengemudi yang sudah dibantunya, untuk memutar arah ataupun melintasi persimpangan jalan. Awalnya, kata pria yang akrab disapa Setio, bertujuan membantu polisi untuk mengatur lalu lintas.
"Namun sering kali kami mendapatkan laporan masyarakat dari Command Centre, atau bentuk pesan singkat, kalau para pengatur lalin liar ini marak di titik-titik tertentu. Malahan, mereka meminta uang dengan cara menyetop paksa kendaraan milik masyarakat yang melintas," tuturnya.
Mereka, jelas Setio, biasa beroperasi di sekitaran Jalan Akses Marunda, Jalan Cilincing Raya, Jalan Cakung Cilincing, Jalan RE Martadinata dan Jalan Yos Sudarso.
Ia juga mengungkapkan, sebagian 'Pak ogah' yang diamankan, adalah anak di bawah umur. Status mereka ini pun sudah tidak duduk dibangku sekolah.
"Kebanyakan adalah anak yang putus sekolah karena ketidakmampuan ekonomi. Nah, setelah kita lakukan penangkapan, mereka kemudian kita identifikasi lebih lanjut dan selanjutnya kita serahkan ke Suku Dinas Sosial untuk dilakukan pembinaan lebih lanjut," katanya.
Sementara itu, Aceng (14), salah satu pak ogah mengaku biasa mengatur arus lalin sejak Pukul 07 pagi hingga 10 siang saat kepadatan jam berangkat kantor. Namun ia pun berdalih, jika dirinya kerap memaksa pengendara untuk memberikan uang.
"Dalam sehari biasanya dapet Rp 50 ribu, tapi kalau sedang ada polisi ya saya gak jadi pak ogah. Palingan niris bahan bakar minyak (BBM) dari truk tanki Pertamina yang mau ngisi di depot atau terkena macet di jalan. Saya gak pernah maksa-maksa mintain uang pak," ungkap Aceng.
Aceng mengaku, dirinya masih duduk di bangku sekolah di kelas lima Sekolah Dasar (SD). Ia dapat menjalankan pekerjaan isengnya itu pada pagi hari.
"Kan ada kelas siang, jadi paginya bisa nyari duit jajan dulu. Ya untuk bantu-bantu ngedanain dapur ibu di rumah," katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Thomas (19), salah satu pak ogah yang biasa mengatur arus lalu lintas di Jalan Akses Maarunda perbatasan dengan Kelurahan Rorotan.
"Sehari kalau sedang sepi biasanya cuman dapet Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu, saya juga terpaksa melakukan aksi ini soalnya sudah putus sekolah sejak SMP dan gak punya uang buat ngelanjutin sekolah," kata Thomas.
Sementara itu Kepala Suku Dinas Sosial (Kasudinsos) Kota Administrasi Jakarta Utara, Aji Antoko, menjelaskan akan langsung membawa para pak ogah yang sudah berusia dewasa ke dibawa ke Panti Sosial di Jakarta Timur.
"Mereka nantinya akan diberikan keterampilan sosial. Saya akan kirim orang ke Polres untuk menindaklanjuti adanya tangkapan 'Pak ogah'. Menurut saya, karena segala bentuk wujud orang yang meminta-minta secara paksa termasuk dalam ranah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)," katanya.
Untuk "pak ogah" yang masih di bawah umur dan putus sekolah, jelas Aji, pihaknya berencana akan membawanya ke panti khusus anak.
"Itu untuk mendapatkan pendidikan dasar selama 6 bukan hingga satu tahun. Namun kita perlu mendata terlebih dahulu. Apakah anak tersebut kedua orangtuanya ekonominya terbilang mampu atau tidak. Apabila orang tuanya tidak mampu baru akan langsung kita bina di panti sosial khusus anak. Disana akan diberikan ketrampilan sesuai minat dan bakatnya," tutupnya. (Panji Baskhara Ramadhan)