Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Mantan Kapolsek Penjaringan Krishna Murti tentang Lima Bos Besar di Kalijodo

Azis keburu ditangkap polisi karena menodong Krishna Murti di lokasi

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Cerita Mantan Kapolsek Penjaringan Krishna Murti tentang Lima Bos Besar di Kalijodo
Warta Kota
Kawasan Kalijodo, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (9/2/2016) yang rencananya akan ditertibkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi main bakar! Itulah ciri yang selalu dipertontonkan para pelaku tindak kekerasan setiap kali terjadi perang antargeng di Kalijodo.

Peristiwa 22 Februari 2002 dini hari, tulis Harian Kompas, 4 Maret 2002, bukanlah yang pertama. Sebelumnya, skalanya disebut kecil, hanya satu-dua rumah.

Pada saat itu, karena jumlah rumah yang terbakar mencapai ratusan, barulah aparat pemerintah daerah dan keamanan tampak peduli.

Itu pun sebatas membongkar semua bangunan yang setiap orang tahu jelas melanggar peraturan karena didirikan di atas bantaran dan tanggul Banjir Kanal dan Kali Angke, yang masih berlangsung hingga Kamis (28/2/2002).

Dengan tindakan itu, aparat berharap, Kalijodo "bersih" dari pelanggaran-pelanggaran lainnya, yakni perjudian dan pelacuran. Pelanggaran tanpa pernah atau memang tidak bisa ditindak.

Mengapa? Soalnya, Kalijodo telah memiliki penguasa sendiri.

"Mirip mafia," kata Krishna Murti saat itu, yang menjabat sebagai Kapolsek Penjaringan, Jakarta Utara.

Berita Rekomendasi

Kini Komisaris Besar Polisi Krishna Murti, menjabat sebagai Direskrimum Polda Metro Jaya. 

Kala itu, Krishna menyebut, terdapat lima bos besar di situ. Yakni Riri yang bergandengan dengan Agus, H Usman, Aziz, Bakri, dan Ahmad Resek. Mereka mengkapling-kapling Kalijodo sebagai daerah kekuasaan mereka.

Menurut Krishna Murti, para bos itu tidak mengelola perjudian. Mereka hanya menyediakan tempat dan menerima sewa dari operator judi yang adalah etnis Tionghoa.

Sekaligus, menjamin keamanan berlangsungnya perjudian. Artinya, tidak akan diganggu oleh siapapun, aparat, apalagi organisasi massa.

Untuk menjamin keamanan di lapangan, setiap bos mempekerjakan "tenaga keamanan" dalam jumlah yang cukup besar.

Menurut catatan Polsek Penjaringan kala itu, paling banyak adalah "anak buah" H Usman, sedikitnya 500 orang. Lainnya, antara 200-300 orang.

Maka, di Kalijodo terdapat sedikitnya 1.000 "tenaga keamanan" yang siap melakukan apa saja, bila ada yang mencoba mengganggu perjudian di situ.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas