Pemerintah Kurang Sosialisasi Bahaya Kekerasan Terhadap Anak di Bawah Umur
Harus ada sanksi berat seperti dikebiri
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota komisi perlindungan anak DPR RI Endang menilai sanksi hukuman mati atau seumur hidup terhadap predator atau pelaku pembunuhan terhadap di bawah umur bisa memberikan efek jera.
“Harus ada sanksi berat seperti dikebiri, ditahan seumur hidup atau hukuman mati terhadap predator, “ ujar Endang Srikarti Handayani di gedung DPR Jakarta, Rabu (10/2/2016).
Endang mengatakan, jauh lebih penting adalah peranan penegak hukum atau tokoh masyarakat untuk memerangi terjadinya kekerasan atau kejahatan seksual terhadap anak-anak di bawah umur utamanya melalui media audio visual di televisi.
Mengingat sedang dalam krisis moral, maka saat ini yang dibutuhkan selain dari sisi religius, juga perlu adanya pesan sosiologis kepada masyarakat untuk menekankan pentingnya cinta kasih kepada sesama manusia, utamanya kepada perempuan.
“Tokoh agama dan tokoh masyarakat harus saling sinergi untuk menyampaikan pesan kepada orang-orang yang lupa karena pengaruh tayangan televisi tidak senonoh atau pengaruh obat, yang bisa mengakibatkan lupa daratan, “ ujar Endang seraya meminta agar perlunya ditegakkan aturan tontonan di televisi yang menonjolkan kekerasan dan bisa mempengaruhi penonton.
Endang menjelaskan penyebab maraknya kekerasan disertai pembunuhan terhadap anak di bawah umur juga adanya andil pemerintah (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) yang kurang mensosialisasikan ke seluruh Indonesia tentang bahaya kekerasan.
Selama ini sosialisasi yang dijalankan KemenPP dan PA hanya tentang hiburan yang tidak diperlukan anak dan kaum perempuan.
“Anggaran untuk sosialisasi itu ada. Bila perlu pemerintah sosialisasi ke daerah yang banyak penduduk, kumuh dan ekstrem akan bahaya kekerasan seksual. Informasikan bahaya kekerasan terhadap bangsa kita. Tayangan di TV banyak yang tak mengakomodasi keamanan anak dan perempuan. Harus dievalusi tayangan itu, “ ujarnya.
Menyangkut korban Jamal dan keluarganya, Endang menyarankan perlu diperhatikan dampak bagi keluarga korban yang masih hidup untuk dibimbing secara bathiniah. Karena informasinya yang diperolehnya, keluarga alm Jamal selalu histeris.
“Keluarga korban yang masih hidup perlu pendekatan psikologis, karena alami trauma berkepanjangan, “ ujarnya.
Kasus penculikan dan pembunuhan terhadap anak bernama Jamaludin (7) ,warga dari Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat, pada Sabtu (6/2) lalu. Jamaludin, kelahiran Garut 6 Juni 2009 itu ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa di kamar mandi rumah pelaku penculikan.
Neneng Nur Hamidah, Kakak Alm. Jamaludin melaporkan peristiwa tersebut di Polres Kota Depok dengan Laporan Polisi Nomor LP/ 24 / K / 2016 / Sek Beji, tanggal 6 Februari 2016. Kepolisian setempat mengungkapkan bahwa tempat kejadian perkara penculikan terjadi di Jl.H.Albaido RT.014/09 No.62 Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Sementara tersangka adalah Januar Arifin alias Begeng (35).
Kasus ini terungkap setelah laporan kakak korban ditindaklanjuti oleh Polres Depok.
Menurut keterangan Kapolres Depok Kombes Pol.Dwiyono, “Saat rumah pelaku digeledah, korban ditemukan tewas di kamar mandi dan saat ini pelaku sudah dalam pemeriksaan polisi,” ujarnya.