Usman Harun Resmi Jadi Nama Jalan, Soekarno dan Hatta Menyusul
Jalan tersebut, merupakan persimpangan Tugu Tani sisi utara sampai dengan persimpangan Senen
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- DKI Jakarta mempunyai Jalan Usman dan Harun diresmikan, tapi di ibu kota, Soekarno dan Hatta belum dijadikan sebagai nama jalan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat, meresmikan perubahan nama Jalan Prapatan, Senen, Jakarta Pusat, menjadi Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun, Jumat (19/2/2016).
Jalan tersebut, merupakan persimpangan Tugu Tani sisi utara sampai dengan persimpangan Senen. Atau tepatnya di depan Markas Komando Korps Marinir, Tugu Tani, dan Hotel Aryaduta.
Dengan total panjang jalan kurang lebih1.050 meter serta lebar 10 meter.
Peresmian itu ditandai dengan penekanan tombol sirine dan pembukaan selubung nama jalan Prajurit KKO Usman dan Harun.
Turut hadir, Komandan Korps Marinir TNI AL Mayor Jenderal TNI (Mar) Buyung Lalana, para pejabat utama Korps Marinir TNI AL, sejumlah pejabat TNI dan Polri, dan Wali Kota Jakarta Pusat, Mangara Pardede, dan Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI, Andri Yansyah.
"Perubahan nama ini sudah sesuai, karena mengingat di jalan ini juga berdiri Markas Komando Korps Marinir. Selain untuk mengingat perjuangan keduanya sebagai prajuri KKO AL (Korps Komando TNI AL sekarang menjadi Korps Marinir TNI AL). Dimana, berkat perjuangannya, kedua telah dianugerahi gelar pahlawan nasional,” kata Djarot, seusai Peresmian Jalan Prajurit KKO Usman dan Harun di Markas Komando Korps Marinir, Jakarta Pusat, Jumat (19/2/2016).
Untuk perubahan nama jalan tersebut, menurut Djarot, sudah sesuai dari hukum dan perizinan.
Dengan menerbikan Surat Keputusan Gubernur DKI No 758 tahun 2013 tanggal 13 Mei 2013.
Berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap surat permohonan Komandan Korps Marinir tanggal 28 September 2012 dan rekomendasi Walikota Jakarta Pusat pada tanggal 14 Januari 2013.
Jalan Soekarno dan Jalan Hatta
Sementara itu, Djarot juga mengatakan, bahwa pihaknya akan mengusulkan perubahan nama Jalan Medan Merdeka Barat menjadi Jalan Mohammad Hatta dan Jalan Medan Merdeka Utara menjadi Jalan Ir Soekarno.
Kemudian, Jalan Medan Merdeka Baratnya diganti Jalan Hatta.
"Jadi di depan Istana Presiden nama jalannya Jalan Ir Soekarno dan depannya Istana Wapres namanya Jalan Hatta. Karena itulah dwitunggal yang memproklamirkan Repbulik Indoesia,” kata Djarot.
Karena itu, ia meminta kepada Wali Kota Jakarta Pusat, Mangara Pardede, untuk memproses usulan perubahan nama tersebut. Dirinya pun mengaku mendukung penuh.
"Dengan perubahan nama jalan itu, maka dapat terus mengingatkan generasi penerus bangsa terhadap dua nama yang telah memproklamirkan RI. Jangan sampai anak-anak kita, nggak ngerti lagi nih, siapa yang memproklamirkan RI," katanya.
Sejarah Usman-Harun
Usman adalah prajurit KKO kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, tanggal 18 Maret 1943, sementara Harun adalah kelahiran Pulau Bawean, 4 April 1947.
Keduanya merupakan prajurit yang telah menjadi martir dalam perjuangan Dwikora ketika konfrontasi dengan Malaysia.
Pada Maret 1965, Usman, Harun dan Gani bin Arup, mendapat tugas khusus dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI) untuk memasuki Singapura sebagai bagian dari perkuatan militer Indonesia untuk membantu para sukarelawan Indonesia di wilayah musuh.
Berbekal transportasi menggunakan perahu karet, ketiganya berangkat pada 8 Maret 1965 dengan membawa 12,5 kilogram bahan peledak. Mereka mendapat perintah untuk melakukan sabotase ke sasaran-sasaran penting di kota Singapura. Sasaran tidak ditentukan dengan pasti, jadi harus ditentukan sendiri.
Dua hari kemudian, tepatnya pada 10 Maret 1965, Usman, Harun, dan Gani bin Arup berhasil meledakkan bangunan Mac Donald House yang terletak di pusat kota.
Peristiwa itu menimbulkan kegemparan dan kekacauan bagi masyarakat Singapura. Setelah melakukan aksinya, Usman dan Harun melarikan diri dan berhasil mencapai daerah pelabuhan, sedangkan Gani bin Arup mencari jalan lain.
Sebuah motorboat berhasil digunakan Usman dan Harun untuk kembali ke Pulau Sambu. Sayangnya, di tengah perjalanan motorboat mengalami kerusakan mesin.
Keduanya akhirnya ditangkap patroli musuh pada 13 Maret 1965 dan dibawa kembali ke Singapura untuk diadili. Pengadilan Singapura akhirnya menjatuhkan vonis hukuman mati.
Pemerintah Indonesia pun melakukan berbagai usaha untuk meminta pengampunan atau keringanan hukuman, namun tidak berhasil.
Akhirnya pada Kamis tanggal 17 Oktober 1968, tepat pukul 06.00 WIB pagi, keduanya menjalani hukuman gantung di dalam penjara Changi, Singapura.
Jenazahnya dibawa ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Pada hari yang sama di mana Usman dan Harun digantung untuk kejayaan bangsa ini, Pemerintah RI dibawah kepemimpinan Presiden RI Soeharto menganugerahi keduanya dengan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI No.050/TK/Tahun 1968, tanggal 17 Oktober 1968. (Mohamad Yusuf)