Kata Ahok, Tarif Taksi Online Tak Perlu Diatur
Awalnya, pengaturan tarif disesuaikan dengan kuota taksi.
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sistem kerja antara taksi online (daring) dan taksi resmi memiliki perbedaan, sehingga pengaturan tarif tidak bisa disamakan.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menganalogikan taksi daring mirip dengan penyewaan mobil.
Awalnya, pengaturan tarif disesuaikan dengan kuota taksi.
Persoalan pengaturan tarif taksi sudah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur.
"Tidak perlu (tarif diatur). Yang penting jangan ada kuota taksi. Dulu kenapa atur tarif? Karena ada kuota. Kuota ini permainan Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta," ujar pria yang akrab disapa Ahok di Kantor Kementerian Koordinator Perkenomian di Jakarta, Kamis (24/3/2016).
Dalam Surat Keputusan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi DKI Jakarta bernomor 512/DPD/ORG-DKI/I/2015 yang selanjutnya diteken menjadi Surat Keputusan Gubernur tanggal 4 Desember 2014 oleh Ahok, tarif taksi konvensional terbagi menjadi dua yakni tarif bawah dan tarif atas.
Untuk tarif buka pintu dikenakan biaya Rp7.500 (tarif bawah) dan Rp8.000 (tarif atas). Untuk kilometer selanjutnya diberlakukan tarif bawah Rp4.000 per dan Rp4.600 untuk tarif atas.
Sementara waktu tunggu per jam diberlakukan tarif Rp45 ribu (tarif bawah) dan Rp55 ribu (tarif atas). Menurut Ahok bukan soal tarif, tapi yang terpenting mobil pelat hitam yang beroperasi sebagai angkutan umum berbasis aplikasi harus terdaftar.
"Kami sudah ancam agar aplikasikan yang mau sewain mobilnya tolong daftar. Saya sudah cabut kuota taksi. Kalau tidak lapor tangkep," imbuh dia.