Presiden KSBSI: Pengemudi Transportasi Jangan Terjebak Persaingan Antarkorporasi
Mudhofir Khamid mengaku prihatin ketika melihat aksi demonstrasi pengemudi taksi yang berujung pada bentrokan
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, JAKARTA - Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Mudhofir Khamid mengaku prihatin ketika melihat aksi demonstrasi pengemudi taksi yang berujung pada bentrokan dengan sesama pengemudi transportasi lainnya di beberapa titik di Ibu Kota DKI Jakarta.
"Saya melihat bahwa persaingan usaha antar korporasi telah berkembang menjadi konflik horizontal antara sesama kelas buruh, antar sesama pengemudi taksi dan angkutan umum serta driver gojek, seperti yang terjadi hari Selasa (22/03) lalu," tegas Mudhofir, Kamis (24/3/2016).
Lebih lanjut, Mudhofir mengingatkan agar pemerintah harus mengambil langkas tegas dan bijaksana dalam permasalahan ini, jangan terkesan lambat agar tidak meluas dan memakan korban yang lebih besar. Kata dia, permasalahan yang terjadi bukan semata-mata soal pengemudi transportasi konvensional melawan pengemudi transportasi online, bukan soal terdaftar atau tidak, bukan soal bayar pajak atau tidak, tetapi lebih besar lagi yaitu permasalahan ekonomi yang dirasakan begitu beratnya oleh kelas buruh transportasi umum di Indonesia.
"Faktanya berkata bahwa sebagian penduduk Indonesia sudah jatuh hati dengan transportasi online, dan juga berhasil menjadi mata pencarian alternatif bagi banyak orang," tutur dia.
Tetapi di sisi lain, kata Mudhofir, pemerintah pun harus mendengarkan tuntutan dari pengemudi transportasi konvensional, yang nyata-nyata menjadi korban akibat persaingan usaha antar korporasi. Bahwa tuntutan pengemudi taksi yang terdengar seperti meminta pembekuan izin operasional angkutan umum pelat hitam (Grab dan Uber) karena melanggar UU No 22 thn 2009 tentang Angkutan Jalan, atau soal tudingan pengemudi konvensional bahwa perusahaan tranportasi online tidak bayar pajak yang menyebabkan tarif nya lebih murah, sebenarnya adalah kamuflasi dari permasalahan inti sesungguhnya yaitu keluhan rakyat Indonesia yang berprofesi sebagai supir /pengemudi soal susahnya mencari uang hari ini. Selain itu, tambah Mudhofir, soal birokrasi dan perijinan perusahaan bukan urusan buruh, urusan soal pajak yang harus dibayar oleh perusahaan bukan tanggungjawab buruh, itu urusan perusahaan dan pemerintah. Buruh transportasi atau pengemudi, baik konvensional ataupun online, hanya berkewajiban menjalankan kewajibannya bekerja sesuai prosedur yang ada.
"Buruh jangan terjebak menjadi kaki tangan kapitalis dan korporasi, jangan mau diadu domba oleh pengusaha lewat balutan narasi soal kondisi perusahaan yang sedang sulit karena regulasi kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap pengusaha," ucap Mudhofir.
Lebih jauh, Mudhofir mendesak pemerintah harus cepat tanggap soal masalah ini, baik kementerian perhubungan soal regulasi, Gubernur DKI dan Dinas perhubungan soal ijin transportasi online di Jakarta, Kementerian Keuangan soal Pajak, Kementerian Kominfo soal regulasi sarana komunikasi online, Kementerian Ketenagakerjaan terkait soal hubungan kerja pengemudi dan pengusaha, serta instansi lain. Pengusaha transportasi juga harus berani bersuara jika memang ada regulasi yang dirasa memberatkan yang dibuat oleh pemerintah, jangan sampai malah kelihatannya beban pengusaha ada di pengemudi/buruh seperti yang kita lihat dalam aksi pengemudi taksi ini.
"Regulasi dan kebijakan dibuat untuk kesejahteraan orang banyak, dan itu adalah tugas pemerintah yang dipercaya oleh rakyat Indonesia untuk bertindak sebijak-bijaknya," katanya.