Karier Imam Si Penantang Duel Ahok, dari Auditor Sampai Jadi OB di BPK
media sosial dihebohkan dengan video berisi pernyataan pria mengaku auditor BPK, Imam Supriadi
Penulis: Abdul Qodir
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Media sosial dihebohkan dengan video berisi pernyataan pria mengaku auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Imam Supriadi, menantang duel Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Bundara HI, Jakarta.
Namun, status auditor BPK tersebut langsung dibantah oleh pihak BPK dengan menyebut Imam hanya seorang staf bagian Sumber Daya Manusia (SDM) di BPK.
Dia juga disebut tengah menjalani hukuman disiplin 12 bulan dan akan pensiun dua tahun lagi.
Saat berbincang dengan Tribun, Imam menceritakan panjang lebar dinamika karirnya di BPK yang sekaligus mematahkan pernyataan tersebut.
Imam Supriadi adalah pria kelahiran Jakarta, 7 Januari 1959 (57 th). Ia mempunyai seorang istri, Siti Hikmah dan dikaruniai lima anak dan dua orang cucu.
Lulusan Ilmu Hukum Pidana Universitas Tulang Bawang, Lampung itu bergabung dengan BPK di Jakarta sejak 1980.
Ia sempat dipindahtugaskan ke beberapa kantor BPK perwakilan provinsi di Pulau Sumatera sejak 2001.
Lantas, ia mengaku bersama timnya sempat melakukan audit kinerja saat Ahok menjadi Bupati Belitung Timur pada 2005.
Saat itu, timnya menemukan sejumlah temuan terhadap keuangan APBD Pemkab Belitung Timur yang perlu ditindaklanjuti.
Di antaranya tentang dana PDAM sebesar Rp 664 juta dan asal-usul kepemilikan tiga pulau orangtuanya atau penjualan aset 'Bukit Ayah' dan dugaan pelanggaran administrasi Ahok yang mengundurkan diri sebagai anggota DPRD kurang dari enam bulan saat mengikuti Pilkada Belitung Timur.
"Saat itu ada empat orang di tim itu. Hasil pemeriksaan, auditnya kami laporkan ke pimpinan, tapi mereka tidak mengawal dan menindaklanjuti," katanya.
Imam Supriadi sempat bertugas di kantor BPK Provinsi Lampung dengan status terakhirnya tetap sebagai auditor atau pemeriksa sebelum ditarik ke kantor BPK pusat di Jakarta pada November 2010.
Dan ia ditempatkan di unit kerja AKN V.B BPK RI dengan NIP 195901071980031004.
Namun, sejak kembali bertugas di kantor pusat itu justru ia tidak mendapatkan posisi atau jabatan yang mempunyai kejelasan job description.
"Kemudian, saya minta SK saya untuk ditempatkan dimana, di unit kerja mana. Tapi, dibilang ditampung sementara di AKN V," tuturnya.
Beberapa bulan kemudian, Imam dipindahkan ke unit kerja Manajemen Informasi Audit (MIA) BPK hingga 2012.
"Sejak itu, saya hanya coba ikuti prosedur, saya di MIA BPK itu dianggap sebagai administrasi umum," ujarnya.
Pada beberapa waktu ia lupa perihal kejelasan status dan posisi tugasnya.
Namun, pada pertengahan 2012, pihak BPK mengeluarkan keputusan memberhentikan sementara dirinya sebagai pemeriksa atau auditor dan berlaku surut sejak bertugas di BPK RI, Jakarta.
Alasan pemberhentian, yakni karena sebab-sebab lain, faktor kebutuhan di administrasi umum dan angka kredit kinjer di bawah rata-rata.
"Dari mana ada kebijakan keputusan dengan alasan-alasan seperti itu. Dan keputusan itu juga multitafsir," ujarnya.
Ia mengaku sempat melayangkan protes ke biro SDM dan Itjen BPK lantaran tidak ada Surat Keputusan (SK) tentang pemberhentian statusnya sebagai auditor. Namun, hingga saat ini ia belum ditunjukkan SK tersebut.
Oleh karena itu, sampai saat ini Imam merasa masih sebagai seorang pemeriksa atau auditor.
Dengan alasan yang sama, Imam dan rekannya pernah mendatangi Ahok saat telah menjadi Gubernur DKI Jakarta di Balai Kota pada September 2013.
Maksud kedatangannya ke Ahok, adalah untuk menyampaikan temuan timnya saat audit pada 2005 atau saat dirinya masih menjadi Bupati Belitung Timur. Hal itu pun telah diungkapkannya dalam artikel di blog Kompasiana.
Namun, pergerakannya itu justru membuat dia sempat diperiksa oleh bagian Inspektorat Jenderal BPK karena diduga menyalahgunakan jabatan.
Karena tidak adanya kejelasan SK pencabutan status sebagai auditor dan tidak ada kejelasan job deks, akhirnya sejak saat itu Imam tak bersemangat untuk masuk kerja di kantor BPK.
Ia kerap absen, di mana ia hanya masuk kerja dua hari dalam sebulan, sehingga sempat mendapatkan Surat Peringatan (SP) dari BPK.
Pada awal 2015, Imam dipindahtugas secara 'paksa' ke Biro SDM BPK. Semua peralatan kantornya di unit kerja AKN VB langsung dipindahkan ke bagian Biro SDM tanpa sepengetahuannya.
Mulanya, ia manut dan berusaha untuk mengikuti aturan dengan masuk kerja pukul 07.00 WIB.
Tapi, lambat waktu ia kembali ke kebiasaan lama dengan jarang masuk kerja. Sebab, lagi-lagi ia tidak mendapatkan kejelasan job desc di tempat tersebut.
Saat masuk kerja, Imam hanya bekerja secara serabutan bak Office Boy (OB).
"Saya masuk kerja jam 7 pagi, tapi itu sia-sia saya masuk jam segitu karena di kantor saya tetap menganggur," ucap Imam.
"Saya nggak dikasih pekerjaan yang jelas. Cuma disuruh bantu-bantu, job description nggak ada, yah saya paling disuruh betulin listrik, bersihin ruangan, membantu koneksi intenet saja," sambungnya.
Kembalinya Imam pada kebiasaan lama yang sering tidak masuk kerja membuatnya diadukan oleh rekan-rekannya ke atasan biro SDM. Dan ia pun kembali diperiksa oleh pengawas Itjen BPK pada akhir 2015.
Saat diperiksa, pihak pengawas kembali mengungkit 'dosa-dosa' lama Imam, mulai disiplin kerja, tulisan di blog Kompasiana hingga aksinya yang sempat memprotes audit dana calon bupati Pilkada Lampung saat masih tugas di BPK Perwakilan Provinsi Lampung.
"Saya diadukan. Lah, dari pada masuk kerja tapi yang junior itu pada main musik, ketawa-tawa. Saya seperti orang baru walaupun saya sudah senior dibandingkan teman saya yang masih junior itu. Tapi, saya tahu diri dan nggak marah. Kalau saya marah nanti di negatif juga di mata junior," katanya.
Pihak pengawas dari Itjen BPK memutuskan untuk menghukum Imam dengan menunda pemberian tunjangan kerja selama setahun.
Imam sempat mengajukan protes ke atasan di Biro SDM atas hukuman itu. Namun, seiring protes tersebut ia kembali tidak masuk kerja.
Kedua hal itu membuatnya kembali dipanggil oleh pimpinan di Biro SDM. Dan Imam diminta menandatangani sebuat surat pernyataan persetujuan pensiun dini.
Jika tidak mau menandatangani surat tersebut dia akan diberhentikan atau dipecat dengan hormat tanpa mendapatkan tunjangan pensiun.
Namun, Imam tidak menghiraukan panggilan dari atasannya itu dan tidak masuk kerja. Ia justru memberi tanggapan atas permintaan penandatangan surat itu lewat surat elektronik ke atasannya dan sempat 'curhat' soal nasib kariernya di akun Facebook.
Atas aksi kali itu, akhirnya pada Januari 2016, Imam mendapatkan hukuman displin 'dirumahkan' selama 12 bulan.
Hukuman disiplin itu juga disertai penundaan gaji dan pengurangan tunjangan 50 persen. Dan ia pun diancam dipecat dengan tidak hormat dari BPK.
"Buat saya, 12 bulan itu bukan dirumahkan. Tapi, itu masa persiapan pensiun (MPP). Saya pensiun Maret 2017. Jadi, lebih baik saya di rumah," katanya.
Nyali Imam tidak kendur. Justru di saat dirinya mendapatkan hukuman disiplin itu ia membuat dan mengunggah video di Youtube tentang tantangan duel untuk Ahok.
Alasannya, karena dia kesal melihat pimpinan BPK, termasuk Harry Azhar Aziz diserang oleh Ahok di media massa dengan diragukannya hasil audit RS Sumber Waras dan skandal Panama Papers.
Ia berani mengaku masih sebagai auditor BPK di dalam video itu lantaran belum juga menerima SK tentang pencabutan status auditor.
Maksud hati ingin 'membela' lembaga tempatnya bekerja, Imam justru tidak mendapatkan pembelaan atau dukungan dari pihak BPK. Pihak BPK menyatakan Imam Supriadi bukan sebagai auditor dan hanya staf Biro SDM di BPK.
"Jadi, istilahnya saya ini 'Sudah dicubit pipi kanan dan pipi kiri, ditambah lagi ditoyor kepalanya'. Tapi, saya tidak takut akan nasib dan karier saya," ucapnya.
"Saya dengar Ahok menyerang, saya langsung buat video itu. Tapi, kok nggak didukung sama yang di BPK. Kok omongan dia malah begitu. Ini salah jadi benar, yang benar jadi salah," ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Tribun masih mengupayakan konfirmasi tentang hal-hal yang disebutkan oleh Imam Supriadi kepada pihak yang bersangkutan. (Coz)