Pembubaran Hari Kebebasan Pers Sedunia di Jogja, Bukti Polisi Tak Paham UU Kepolisian
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam pembubaran Hari Kekebasan Pers Sedunia di Jogja. Bukti polisi tak paham UU Kepolisian.
Editor: Agung Budi Santoso
Pemutaran film akhirnya dialihkan di kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Tindakan polisi membubarkan acara tersebut sekaligus berpihak kepada kelompok antikebebasan telah mengancam kebebasan berekspresi dan hak berpendapat warga negara yang dijamin oleh Pasal 28 E ayat 4 Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal ini menyatakan setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Bila sikap Kepolisian diteruskan, bukan tidak mungkin kelompok-kelompok antikebebasan makin kuat, makin berani, dan mengancam nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia.
AJI Jakarta menilai Kepolisian Resor Kota Yogyakarta tidak profesional menjalankan tugas.
Pasal 1 dan 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dengan jelas menyebutkan Kepolisian bertugas memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Seharusnya polisi mengamankan acara tersebut, bukan malah membubarkannya.
Berkaitan dengan kasus pembubaran acara perayaan World Press Freedom Day 2016 di Yogyakarta, AJI Jakarta menyatakan:
1. Mendesak Kepala Kepolisian RI mengevaluasi kinerja Kepala Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta, Kepala Kepolisian Resor Kota Yogyakarta, dan Kepala Kepolisian Sektor Umbulharjo yang tidak mampu melindungi hak konstitusi warga negara yang melaksanakan kebebasan bereskpresi, berkumpul, dan berpendapat.
2. Mendesak Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X untuk mencopot Camat Umbulharjo yang ikut mendesak membubarkan acara tersebut. Kami juga meminta Gubernur melindungi keberadaan sekretariat AJI Yogyakarta di lokasi yang saat ini ditempati.