KPK Diminta Selidiki Pembelian Rumah Senilai 7 M di Yogya
Pembangunan rumah tersebut diduga memiliki kaitan dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk bergerak menyelidiki dugaan gratifikasi pembangunan dan pembelian rumah mewah yang direnovasi menjadi restoran di Yogyakarta.
Rumah yang telah berubah fungsinya menjadi restoran itu bernilai Rp 7 miliar.
Pembangunan rumah tersebut diduga memiliki kaitan dengan proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Rumah tersebut diduga merupakan bagian dari gratifikasi yang diterima Direktur Utama PT Pembangunan Jaya Ancol, Gatot Setyo Waluyo.
Gatot sudah dicopot dari jabatannya sebagai Dirut oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Rencana pencopotan bagus, tapi pihak berwenang (perlu) bekerjasama dengan KPK melakukan penyelidikan terkait dugaan gratifikasi (yang diterima Gatot)," ujar Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi.
KPK lanjut Uchok harus segera turun tangan. Dan kalau dugaan itu benar, Gatot dapat dijerat undang-undang (tindak pidana) korupsi.
Terkait pemeriksaan KPK soal korupsi reklamasi, semua pihak baik eksekutif, legislatif dan pengembang Agung Podomoro telah diperiksa, hanya Gatot Setyo Waluyo (PJA) yang masih belum diperiksa KPK, mengingat rapat-rapat penurunan kontribusi tambahan untuk menjadi 5% itu berdasarkan info lapangan selalu diadakan di Ancol.
PJA sendiri diketahui memperoleh izin menggarap empat dari 17 pulau yang akan dibangun di teluk Jakarta.
Keempat pulau tersebut yakni Pulau K seluas 32 hektare, Pulau I 405 hektare, Pulau J 316 hektare, dan Pulau L seluas 481 hektare.
Kecurigaan atas korupsi Gatot dinilai wajar oleh Uchok apalagi hingga saat ini dia tidak melaporkan harta kekayaan ke KPK.
"Gatot sebagai pejabat BUMD Jakarta seharusnya melaporkan LHKPN dong, bukan dengan sengaja pura-pura tidak tahu (aturan), dan meminta KPK menulis surat ke Gatot agar menyerahkan harta kekayaannya," kata Uchok.
Bukan hanya itu, Uchok juga berharap KPK mendalami kasus penggunaan lahan dengan Perjanjian Kerjasama Built Transfer Operate (BTO) antara PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA) dengan PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) di Ancol Beach City Music Stadium, Jakarta Utara, yang berpotensi menimbulkan kerugian negara ratusan miliar rupiah.
"Adendum perjanjian BTO yang baru dilakukan Gatot tersebut meringankan Fredy Tan (WAIP) dengan menurunkan jumlah show menjadi sangat sedikit, dan dengan demikian kerugian PJA sebagai BUMD semakin diperparah dan berkelanjutan hingga 25 tahun ke depan," ujar Uchok.
Sementara itu berdasarkan info di lapangan, Fredy Tan yang sudah berstatus tersangka atas kasus pelepasan aset seluas 5000 Meter persegi senilai 68 milyar di Jakpro sudah terindikasi "melarikan diri" dan saat ini berada di Singapura dengan alasan berobat karena serangan jantung.
"Ini bagai puncak gunung es saja, harus diungkap sampai tuntas. Siapa saja yang ikut bermain," ujar Uchok.
Ditandaskannya pula, tidak mungkin PT. PJA dapat membuat Addendum dengan WAIP tetapi masalah yang sudah terjadi tidak diselesaikan.
Hingga berita ini diturunkan belum ada pernyataan dari pihak PT Pembangunan Jaya Ancol ataupun Gatot.
Baik pihak PT Pembangunan Jaya Ancol ataupun Gatot teleponnya tidak bisa dihubungi.