Kisah Surono, Pemecah Batu Tuna Netra yang Hidupi 65 Anak Yatim
Di tengah-tengah keterbatasannya, Rono amat bahagia karena menjadi anak-anak asuh yatim piatu di sekitarnya.
Editor: Rendy Sadikin
Namun dia tetap bertahan untuk tidak melakukannya.
Tak mau berdiam diri dalam keterbatasan, pada tahun 2008 Rono berjualan telur asin keliling.
Setiap paginya dia berjalan ke pasar pagi Rawamangun untuk membeli telur asin yang kemudian Rono jual dengan cara berkeliling kampung.
Namun, usaha untuk mendapatkan nafkah ini berakhir dengan cerita lain.
Jualannya lesu.
"Mungkin masyarakat sudah bosan kali ya setiap hari saya keliling bawa telur asin," jelasnya.
Ia pun mengubah haluannya dengan berdagang pisang keliling.
Ternyata usaha ini pun juga berakhir dengan kisah yang sama, yakni tak sukses.
Suatu ketika Rono sedang pulang berjualan pisang di dekat rumahnya Rono tersandung batu yang membuat Rono langkah kakinya terhenti dan terjatuh.
Sambil meraba ada apa yang membuat dirinya terjatuh, Rono merasakan bahwa itu adalah sisa-sisa batako pecah di toko bangunan.
"Saya jatuh karena bebatuan itu, saya pikir dan termenung mungkin inilah jalan Yang Maha Kuasa untuk saya dalam memperoleh rezeki," ujarnya.
Keesokan harinya Rono mulai berhenti berdagang.
Rutinitasnya sehari-hari sekarang sebagai pemecah batu bata sisa-sisa di depan toko bangunan, yang terletak di sekitaran Cipinang.
Dengan palu sebagai alat kejanya setiap pagi ia datang menuju lokasi tempat mencari nafkah, sisa batu bata dan batako yang sudah rusak dan tidak dijual ia hancurkan perlahan hingga halus dan dimasukkan dalam karung.