Vaksin Palsu Terbongkar, BPOM Dianggap Gunakan Manajemen 'Pemadam Kebakaran'
Korban dari pemalsuan vaksin ini berasal dari anak-anak yang bakal menjadi generasi penerus bangsa ini. Pemerintah harus serius merespons kasus ini.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Waratwan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati mendukung langkah Mabes Polri membongkar jaringan bisnis penjualan vaksin palsu. Okky menegaskan jejaring kejahatan ini merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan. Apalagi, korban dari pemalsuan vaksin ini berasal dari anak-anak yang bakal menjadi generasi penerus bangsa ini. Pemerintah harus serius merespons kasus ini.
"Mendukung langkah Polri yang menjerat para tersangka dengan Pasal 197 UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar dan Pasal 62 Junto Pasal 8 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Okky melalui pesan singkat, Minggu (26/6/2016).
Politikus PPP itu meminta BPOM untuk lebih intensif menjalankan fungsinya dalam melakukan pengawasan terhadap obat-obatan dan makanan.
"Terungkapnya jejaring kejahatan pemalsuan vaksin ini kembali mengonfirmasi pola kerja BPOM masih menggunakan manajemen 'pemadam kebakaran' alias tidak melakukan langkah preventif dan turun ke lapangan. Semestinya, koordinasi antarlembaga jauh lebih diintensifkan," katanya.
Terkait dengan BPOM, Okky menuturkan DPR RI berkomitmen untuk mendorong penguatan badan ini dengan memasukkan RUU Pengawasan Obat dan Makanan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019. Dengan regulasi tersebut, peran BPOM diharapkan jauh lebih maksimal dalam melakukan pengawasan terhadap makanan dan obat-obatan.
Ia juga meminta Kementerian Kesehatan agar memaksimalkan koordinasi dengan Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kesehatan di Provinsi, Kabupaten, Kota untuk memaksimalkan perannya melakukan pengawasan. Terkait dugaan keterlibatan Rumah Sakit serta oknum dokter harus diusut tuntas oleh kementerian kesehatan termasuk organisasi profesi.
"Peristiwa ini mengingatkan publik tentang praktik oknum dokter yang 'bekerja sampingan' sebagai marketing obat-obatan. Organisasi profesi harus mengonfirmasi ihwal dugaan praktik tersebut," imbuhnya.
Sebelumnya , Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya mengatakan terbongkarnya bisnis vaksin palsu berawal dari adanya kematian bayi.
Utamanya dari informasi masyarakat dan berita di media massa soal adanya bayi yang meninggal usai diimuninasi.
Berbekal informasi itu, penyidik langsung melakukan penyelidikan dan mengumpulkan berbagai data.
Dibeberkan Agung, butuh waktu hingga tiga bulan untuk bisa mengungkap bisnis yang sudah berlangsung belasan tahun ini.
"Kami selidiki ini selama 3 bulan, akhirnya terungkap. Kami imbau masyarakat peduli pada kualitas kesehatan anak-anak," tegas Agung, Jumat (24/6/2016) di Mabes Polri.
Untuk diketahui atas kasus ini Bareskrim telah melakukan penggerebekan di enam lokasi yang adalah tempat distribusi dan pembuatan vaksin palsu.
Tidak tanggung-tanggung ada 10 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan kini ditahan di Bareskrim. Mereka yakni lima orang produsen, dua kurir, dua penjual dan satu pencetak label vaksin.