Warga Dimintai Uang Rp 6 Juta untuk Urus Surat Pengantar AJB di Kelurahan Cililitan
Ia mengaku kecewa terhadap layanan pemerintah di tingkat kelurahan.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Warga Cililitan, Kramatjati, Jakarta Timur, mengeluhkan tingginya biaya mengurus surat pengantar pembuatan akta jual beli (AJB) rumah.
Warga mengaku dimintai uang hingga Rp 6 juta. Alasannya, uang itu untuk biaya saksi, koordinasi dengan lurah setempat, serta biaya notaris.
Ati (34), warga RT 05/RW 05 Cililitan, mengaku diarahkan untuk bertemu UD, staf pemerintahan Kelurahan Cililitan saat akan mengurus pengantar pembuatan AJB di Kantor Kelurahan Cililitan.
UD kemudian langsung mematok tarif Rp 6 juta untuk pengurusan itu. UD berdalih, tarif sebesar itu disesuaikan dengan kondisi saat ini yang menjelang Lebaran.
"Saya sudah tawar Rp 5 juta, tetapi katanya sudah harga mati Rp 6 juta. Akhirnya saya bilang nanti pikir-pikir dulu," kata Ati kepada Beritajakarta.com, Rabu (29/6/2016).
Ia mengaku kecewa terhadap layanan pemerintah di tingkat kelurahan.
Seharusnya, menurut dia, petugas mengarahkan atau memberi tahu tahapan proses pembuatan AJB, bukan langsung menawarkan diri mengurus AJB dengan biaya tinggi.
Terlebih lagi, rumah yang dibeli Ati itu hanya berukuran 35 meter persegi di daerah permukiman padat penduduk.
Terkait hal itu, Lurah Cililitan Alamsyah mengaku tidak tahu. Ia pun merasa kesal dengan ulah anak buahnya dan berjanji akan memanggil sang anak buah untuk dikonfirmasi.
"Saya akan panggil orangnya, untuk mempertanyakan kebenarannya. Harga setinggi itu saya belum tahu. Saya juga tidak pernah meminta dan memerintahkan anak buah untuk meminta uang ke warga," kata Alamsyah.
Menurut dia, tidak ada pungutan bagi warga yang membutuhkan surat pengantar. Hal tersebut berbeda dengan warga yang ingin membayar bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB) atau pajak.
Untuk hal tersebut, warga memang harus menyetorkan uang langsung ke kas daerah.
Sementara itu, Wali Kota Jakarta Timur Bambang Musyawardana mengatakan bahwa pihaknya akan menelusuri kasus itu.
Ia menegaskan bahwa pihaknya mengharamkan praktik pungutan liar (pungli). Terlebih lagi, kata dia, PNS DKI sudah mendapatkan uang tunjangan kinerja daerah (TKD) yang cukup besar.
"Kalau benar ada pungli, saya akan minta inspektorat untuk memeriksanya. Dasarnya apa staf itu memintai uang ke warga. Kan sudah dikasih TKD besar oleh gubernur, kok masih kurang," ujar dia.
Editor : Icha Rastika