Rizal Ramli Buat Keputusan di Luar Rekomendasi Tim Komite Bersama Reklamasi
Pemprov DKI telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan penghentian reklamasi Pulau G, Teluk Jakarta, tidak dalam rekomendasi Komite Gabungan Reklamasi.
Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tutty Kusumawati.
Terhadap rekomendasi tersebut, Pemprov DKI telah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Surat yang dilayangkan pada 1 Juli lalu berisikan rekomendasi Komite Gabungan Reklamasi tidak ada menyatakan penghentian reklamasi Pulau G.
“Hasil pembahasan komite bersama yang dipaparkan tidak ada pernyataan pelanggaran berat. Pernyataan itu secara lisan saja dan data yang mendukung pernyataan lisan tersebut tidak kami peroleh,” ujar Tutty, Jumat (15/7/2016).
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI sendiri turut ada didalam Komite Gabungan Reklamasi.
Komite ini dibagi menjadi tiga subtim. Yakni, subtim Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang dikoordinasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), wakil Pemprov DKI Deputi Gubernur DKI bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Oswar Muadzin Mungkasa dan Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI.
Kemudian, Subtim Teknis dan Kebijakan Reklamasi, dikoordinasi Kementerian Kelautan dan Perikanan, wakli dari Bappeda DKI dan Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI.
Selanjutnya, Subtim perijinan dan penyelarasan perundangan, dikoordinasi Kemenko Maritim, wakil Pemprov Biro Hukum dan Asisten Sekda bidang Pembangunan.
“Adapun hasil bahasan dan rekomendasi tim sudah ada, namun pak Menko Maritim berpendapat lain di luar rekomendasi yg dipaparkan,” ujarnya.
Pemegang izin reklamasi adalah pengembang Pulau G dibantu kontraktor PT Boskalis, PT Van Oord, dan T.D. Williamson.
Koordinasi pengembang dilakukan dengan PT Nusantara Regas (PT NR), PT PLN Div Operasi Jawa Bali, PT Pertamina Hulu Energi (PT PHE ONWJ), dan SKK Migas sejak sebelum pelaksanaan reklamasi.
“Jadi koordinasi pengembang sudah dilakukan jauh sebelum pelaksanaan reklamasi. Koordinasinya melalui rapat, surat dan koordinasi di lapangan,” ujarnya.
Terutama dilakukan koordinasi dengan PT NR, karena perusahaan ini memiliki pipa gas bawah laut sepanjang 15,2 kilomeer dari Floating Storage Regasfication Unit (FSRU).
Atau sekitar 15 kilometer lepas pantai utara Jakarta menuju Onshore Receiving Facility (ORF) di Muara Karang.
“Pipa gas terletak paling Barat dan berbatasan dengan Pulau G,” ujarnya.
Selain itu, telah ada Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Reklamasi Pulau G yang Berdekatan Dengan Pipa Gas Bawah Laut NR.
Perjanjian dengan No. 00600/NR/D000/2015 tanggal 23 Juli 2015 berisi aturan untuk mengatur pelaksanaan sebelum hingga reklamasi selesai.
“Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kerusakan atau gangguan atau kerugian pada fasilitas PT NR. Pengembang Pulau G wajib melakukan geotechnical study, termasuk survey sub-bottom profiling yang dilakukan bersama PT NR,” ujarnya.
Dalam perjanjian tersebut, juga mewajibkan pengembang melakukan monitoring melalui intelligent pigging untuk pipeline geometry.
Serta melakukan corrosion assessment untuk seluruh panjang pipa. Lalu monitoring sebelum reklamasi dilakukan pengembang dan sesudah reklamasi dilakukan PT NR.
“Jika terjadi kerusakan pengembang wajib ganti rugi, kecuali kelalaian PT NR, alamiah, dan kahar. Survey soil deformation menggunakan SAAF meters yang diletakkan sekitar 2 meter dalam hard soil. Instrumen memiliki segmen dengan chip yg mengukur deformasi dan dikoreksi menggunakan software SAAView. Pengukuran dan pencatatan dilakukan setiap jam,” katanya.
Dari hasil pengukuran sebelum hingga reklamasi sebelum dihentikan, tidak terdeteksi soil deformation.
Hasil intelligent pigging untuk kondisi sebelum reklamasi yg menjadi kewajiban pengembang telah selesai dilakukan.
Sementara pipa milik Pertamina Hulu Energi terletak di bagian timur pipa PT NR. Jadi tidak berbatasan langsung.
“Jadi di Pulau G tidak terdapat kabel sama sekali. Yang ada pipa gas bawah laut, saluran air pendingin, brakewater Muara Angke dan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) Muara Angke,” katanya.