Menteri Rizal Ramli Dianggap Tak Berwenang Putuskan Reklamasi
Gubernur Basuki dianggap sudah sewajarnya menyampaikan persoalan reklamasi ini langsung kepada presiden.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Mahfud MD mengatakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli tak punya kewenangan dalam memutuskan nasib proyek reklamasi. Keputusan pembatalan itu disebutnya merupakan kewenangan dari presiden. Selain itu, persoalan reklamasi ini sendiri memiliki menteri-menteri yang terkait langsung dengan persoalan tersebut.
“Kalau dalam urusan reklamasi itu kan sudah ada menterinya masing-masing,” kata Mahfud saat dihubungi, Rabu (20/6/2016).
Menurut sisi hukum ketatanegaraan, apa yang dilakukan Rizal Ramli tidak memiliki kaitan dengan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Karena itu, Gubernur Basuki dianggap sudah sewajarnya menyampaikan persoalan reklamasi ini langsung kepada presiden.
Mahfud menyebut tugas dan fungsi seorang menteri koordinator adalah hanya sebatas mengkoordinasi, bukan pengaturan terhadap kebijakan. Karena itu, apa yang disampaikan oleh Menteri Rizal tidak perlu dilaksanakan oleh Gubernur Basuki.
"Harus lewat presiden. Jenjang instruktifnya sulit kalau dia (Menteri Rizal) langsung ke gubernur,” kata Mahfud.
Menteri koordinator, kata Mahfud, merupakan tangan pembantu presiden dalam hal mengambil kebijakan negara. Karena itu, apapun keputusan yang diambil mesti keputusan yang disampaikan langsung oleh presiden.
Jika Menteri Rizal memiliki pandangan terkait reklamasi, dia harus menyampaikan hal itu kepada presiden sebagai pertimbangan.
Selain itu, berdasarkan aturan sistem hukum administrasi negara, Mahfud mengatakan Gubernur Basuki mesti berkoordinasi dengan menteri-menteri yang terkait dengan reklamasi seperti Menteri Kelautan dan Perikanan atau Menteri Lingkungan Hidup. Koordinasi itu perlu karena kementerian tersebut merupakan perwakilan pemerintah pusat yang menangani masalah terkait.
“Kalau tidak puas juga, gubernur bisa langsung sampaikan ke presiden,” kata Mahfud.
Karena itu, dia mengatakan berdasarkan hukum tata negara, Menteri Rizal tidak bisa mengambil keputusan apapun terkait reklamasi pantai utara Jakarta ini.
Sebelumnya, Rizal Ramli menyatakan pemerintah membatalkan proyek reklamasi Pulau G. Pembatalan itu dilakukan dengan alasan bahwa proyek yang dikerjakan menggangu sejumlah fasilitas energi seperti pipa gas dan kabel listrik. Selain itu, proyek tersebut dianggap merusak biota laut.
Sikap Rizal Ramli ini dinilai berseberangan dengan kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Terbatas (Ratas) Kabinet pada 27 April 2016 yang membahas mengenai reklamasi Pantai Utara ( Pantura) Jakarta.
Berdasarkan ratas tersebut, Presiden Jokowi telah memutuskan akan tetap melanjutkan program National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau yang disebut dengan program Garuda Project.
Melalui program ini, maka reklamasi 17 pulau di kawasan Teluk Jakarta diintegrasikan ke dalam proyek tersebut.
Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengatakan, Presiden Jokowi telah memberikan arahan dan juga sekaligus meminta kepada Bappenas, selama moratorium selama 6 bulan ini untuk menyelesaikan program besarnya, planning besarnya antara program Garuda Project atau NCICD dengan terintegrasi bersama dengan reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta.
Pulau G merupakan salah satu dari 17 pulau reklamasi yang dibangun berdasarkan Keppres 52 tahun 1995 mengenai reklamasi pantai utara Jakarta. Pulau G seluas 161 hektar dikembangkan oleh PT Muara Samudra Wisesa, anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk, sebuah perusahaan yang telah go publik di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Ketua Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati, menjelaskan bahwa, reklamasi Pulau G oleh PT MWS berjalan sesuai aturan. PT MWS disebut selalu berkoordinasi dengan pihak terkait selama proses reklamasi dilakukan.
"Kami selalu koordinasi melalui rapat, surat, dan koordinasi di lapangan. Bahkan sebelum pembangunan reklamasi," kata Tuty kepada wartawan di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (12/7).