Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

"Pak Menteri Kita Sekolah Buat Pecahkan Persoalan Kehidupan Bukan Hidup untuk Sekolah"

Sebuah surat terbuka 'menohok' dari Kornas Duta Jokowi untuk Mendikbud Muhadjir Effendi.

Editor: Robertus Rimawan
zoom-in
SATUHARAPAN.COM/FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Konferensi pers acara Geruduk (Gerakan Rakyat Duapuluh Oktober) pada Selasa (14/10) di Sekretariat Nasional (Seknas) Jokowi di Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan oleh relawan Jokowi (dari kiri) Joanes Joko (Duta Jokowi), Hilmar Farid (Presidium Seknas Jokowi), Budi Ari (Ketua Umum DPP Projo), Muhammad Yamin (Seknas Jokowi), 

Lihatlah, berapa banyak lapangan dan sarana olahraga yang bisa dimanfaatkan untuk anak anak membuang sisa energinya sepulang sekolah?

Berapa banyak sanggar-sanggar seni dan kebudayaan di tiap kota yang telah
dimaksimalkan?

Bukankah kita sepakat bahwa kebudayaan Indonesia yang
adiluhung memiliki nilai-nilai dasar pembentukan karakter anak-anak
Indonesia.

Daripada membuat kegaduhan lebih baik memikirkan bagaimana caranya
dengan regulasi seperti apa sehingga stasiun-stasiun televisi kita
tidak meracuni anak-anak kita dengan segala siaran “sampah”nya.

Sehebat dan selama apapun sekolah itu dilakukan selama masih banyak
siaran-siaran “sampah” yang mengejar rating dan profit maka pendidikan
yang diterimanya hanyala kesia-siaan.

Proses pendidikan hanya akan seperti orang yang mengisi air kedalam tong bocor.

Bagaimana pula dengan anak anak yang pola belajarnya auditory
kinestetik bukan sekedar visual, jangankan seharian di sebuah tempat
yang bernama kelas, bisa bertahan lebih dari 2 jam saja sudah hebat
anak-anak ini.

Berita Rekomendasi

Dan jangan lupa pola-pola pendidikan kita hingga saat ini masih menerapkan pola pengajaran visual sebagai senjata ampuhnya dengan mengagungkan kehebatan nilai akademis ketimbang  membangun karakternya.

Yang pada akhirnya justru melahirkan generasi penuh dengan tekanan yang menghalalkan segala cara demi mencapai keberhasilan akademis.

Sementara hingga saat ini nasib ribuan guru bantu yang masih berkutat
dengan kesejahteraan diri dan keluarganya.

Lebih baik Pak menteri memikirkan nasib ribuan pahlawan-pahlawan ini sembari ditingkatkan kualitasnya.

Jangan biarkan mereka menjadi pendidik “ala kadarnya” karena pemerintah abai terhadap nasib mereka.

Semoga Pak menteri masih ingat asal kata “sekolah” yang berasal dari
bahasa latin “Schola” yang berarti  waktu luang yang diberikan untuk
belajar.

Dan semoga filosofi Pak Menteri masih ingat dengan seorang
filsuf kuno bernama Lucius Anneus Seneca yang terkenal dengan kalimatnya Non schole, sed vitae discimus ( Latin ) yang artinya: "Kita belajar bukan untuk
sekolah melainkan untuk hidup".

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas