Berkas Vaksin Palsu yang Dikembalikan ke Bareskrim Sudah Dikirim Balik ke Kejagung
Sekarang penyidik Bareskrim Polri sudah mengirimkan kembali berkas itu ke Kejagung.
Penulis: Theresia Felisiani
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengembalikan 25 berkas tersangka jaringan vaksin palsu karena perlu pembenahan.
Berkas tersebut dikembalikan pada tanggal 8 dan 16 Agustus 2016, disertai dengan petunjuk jaksa.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Agung Setya membenarkan berkas tersebut dikembalikan.
"Empat berkas 25 tersangka vaksin palsu dikembalikan oleh Kejagung ke Bareskrim pada 8 dan 16 Agustus 2016. Sekarang penyidik Bareskrim Polri sudah mengirimkan kembali berkas itu ke Kejagung," ungkap Agung, Kamis (25/8/2016).
Jenderal bintang satu ini mengaku sudah memenuhi petunjuk dari JPU dan menguatkan pembuktian para pelaku. Petunjuk itu yakni melakukan splitsing (pemberkasan terpisah) terhadap masing-masing tersangka.
Sehingga berkas perkara menjadi 23 berkas sesuai dengan peran masing-masing tersangka.
Setelah dilengkapi, sebanyak 17 berkas perkara telah dikirimkan kembali oleh penyidik Bareskrim ke Kejagung pada tanggal 23 dan 24 Agustus 2016.
"Berkas perkara untuk tersangka dokter akan menyusul dikirimkan oleh penyidik pada Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ujar Umar.
Umar menambahkan, selain melengkapi petunjuk Jaksa, penyidik juga menguatkan pembuktian dengan fakta baru antara lain bahwa fasilitas kesehatan dan tenaga medis telah diperingatkan oleh importir/distributor vaksin soal adanya vaksin palsu yang beredar sejak tahun 2015.
Dalam kasus ini, penyidik telah menetapkan 25 tersangka, tiga di antaranya tidak ditahan.
Berkas 25 tersangka yang terdiri dari empat jaringan produsen vaksin palsu ini sudah seluruhnya tahap satu di Kejaksaan Agung.
Ke 25 tersangka ini terdiri dari produsen, distributor, pengumpul botol, pencetak label vaksin, bidan, dan dokter.
Sejauh ini, penyidik telah memeriksa 47 saksi dari berbagai pihak, mulai dari distributor vaksin, perawat, hingga dokter.
Penyidik juga telah mendengar keterangan dari tujuh ahli pidana, ahli perlindungan konsumen, dan juga dari Kementerian Kesehatan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).