Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Utang Menumpuk, Sopir Transjakarta Kebingungan Tak Punya Pekerjaan Lagi

Sukaryat (65), sopir bus Transjakarta mengaku sudah kehabisan akal untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, sehari-hari

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Utang Menumpuk, Sopir Transjakarta Kebingungan Tak Punya Pekerjaan Lagi
Warta Kota/Mohamad Yusuf
Sebanyak kurang lebih seratusan sopir bus Transjakarta yang bernaung di PT Trans Batavia, melakukan aksi demo di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/9) siang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Sukaryat (65), sopir bus Transjakarta mengaku sudah kehabisan akal untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, sehari-hari.

Pasalnya, kini, ia telah tidak memiliki pekerjaan lagi. Sementara, tubuhnya juga sudah tidak mampu melakukan pekerjaan yang cukup berat. Apalagi keahlian yang dimilikinya hanya sebatas menyetir kendaraan roda empat.

Sukaryat adalah satu dari sekira seratusan karyawan operator bus Transjakarta, PT Trans Batavia.

Ia mengaku sudah tidak diberi gaji sejak Maret 2016 lalu hingga Agustus 2016.

"Kami tidak diberi gaji lagi tanpa adanya alasan yang jelas," kata Sukaryat, disela-sela aksi demonya di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016) siang.

Sukaryat menjelaskan bahwa sejak Januari 2016, operator tersebut berhenti beroperasi. Namun, pada bulan Januari hingga Februari masih diberi gaji.

"Gajinya juga hanya Rp 2,7 juta per bulan. Padahal UMP (Upah Minimum Provinsi) Rp 3,1 juta," katanya.

Berita Rekomendasi

Kemudian, bulan berikutnya, gaji yang diterimanya sudah tidak utuh. Dirinya pun tidak diberi kejelasan mengenai status pekerjaannya. Karena perusahaan juga tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

"Terpaksa saya mengutang ke tetangga dan saudara karena sudah tidak terima gaji. Karena saya nggak bisa kerja apa-apalagi selain menyetir. Kondisi fisik juga sudah nggak memungkinkan," tegasnya.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup, ia terpaksa mengutang lebih dari Rp 5 juta.

Pasalnya, harus membiayai kebutuhan istri, dan anak-anaknya.

"Bayar kontrakan, listrik, air, dan makan, saya harus pakai apa? Karena sudah nggak punya penghasilan," katanya.

Hal senada dikatakan oleh Edi Warman (60). Pria yang sudah bekerja selama tiga tahun di PT Trans Batavia itu mengaku kecewa. Karena haknya tidak dibayarkan oleh perusahaan.

"Jangan kami dibawa-bawa masalah perusahaan. Kami masih punya hak. Kapan kami terima gaji, THR (Tunjangan Hari Raya), dan pesangon? Pemerintah jangan abaikan kami. Pak Ahok tolong perhatikan kami!" katanya.

Selama dirinya tidak lagi menerima gaji, ia terpaksa bekerja serabutan. Mulai menyetir mobil colt, sopir angkot, dan pekerjaan kasar lainnya.

"Setiap bulan saya harus bayar kontrakan Rp 800.000. Mau dibayar pakai apa kalau saya nggak bekerja. Saya berharap, Pak Ahok berdayakan kami, untuk kembali bekerja. Baik di TransJakarta maupun di instansi mana saja," kata pria yang sudah bekerja sebagai sopir selama 32 tahun di Perum Pengangkutan Penumpang Djakarta (PPD) itu.

Sekira seratusan sopir bus TransJakarta yang bernaung di bawah operator PT Trans Batavia, menuntut gaji mereka dibayarkan.

Pasalnya, sejak Maret hingga Agustus 2016, mereka belum menerima gaji.

Mereka pun menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota, Jalan Medan Merdeka Selatan, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/9/2016).

"Tuntutan kami adalah meminta karyawan tetap ingin bekerja kembali. Selain itu hak kekurangan upah mulai bulan Maret 75 persen, April 90 persen, dan bulan Mei sampai Agustus 2016, sebesar 100 persen," kata Andrian Tampubolon sebagai Korlap Aksi Karyawan PT Trans Batavia, ditemui di lokasi demo, Rabu (14/9/2016).

Selain itu, lanjutnya, hak kekurangan Upah Minimum Provinsi (UMP) untuk bulan Januari sampai Februari 2016.

Pasalnya, masih banyak karyawan yang diupah Rp 2,7 juta.

Sementara, UMP sudah sebesar Rp 3,1 juta.

"Kami juga menuntut hak tunjangan hari raya tahun 2016 dan pinaltinya sesuai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 06 Tahun 2016, sebesar 5 persen," katanya.

Tak hanya itu, mereka juga menuntut hak pesangon kepada perusahaan yang terdiri dari beberapa pemegang saham, yaitu Mayasari Bakti, Perum PPD, PT Steady Safe, dan Metro Mini (PAC 100).

Karena itu, mereka menuntut Ahok, untuk ikut serta campur tangan dalam masalah perselisihan hak tersebut. (Mohamad Yusuf)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas