Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sejumlah Pihak Menolak Penggunaan Isu SARA di Pilgub DKI

"Dipolitisasi sedemikian rupa, untuk mendapatkan keuntungan politik, itu yang kita tolak," kata Rumadi.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Sejumlah Pihak Menolak Penggunaan Isu SARA di Pilgub DKI
Ist/Tribunnews.com
Masykurudin Hafidz dari JPPR, Sebastian Salang dari Formappi, Dr. Rumadi dari Lakpesdam PBNU, Dr.Iryanto Djou dari Apsirasi Indonesia, dan Ray Rangkuti dari LIMA Indonesia, dalam diskusi bertajuk Pilkada Sehat dan Cerdas Tanpa Sara, di Jalan Sunda No 7, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Isu SARA (Suku, Agama, dan Ras) sering digunakan dalam politik untuk menjatuhkan lawan. Termasuk dalam hajatan pilkada dan ajang kompetisi politik lainnya. Merujuk pada kenyataan itu, dalam konteks saat ini akan dilangsungkan Pilkada Serentak 2017, sejumlah kalangan mengimbau agar isu SARA dijauhkan dan dihindari dalam praktek-praktek politik. Utamanya di DKI Jakarta yang menjadi cerminan bagi demokrasi di Indonesia.

Demikian disampaikan oleh Masykurudin Hafidz dari JPPR, Sebastian Salang dari Formappi, Dr. Rumadi dari Lakpesdam PBNU, Dr.Iryanto Djou dari Apsirasi Indonesia, dan Ray Rangkuti dari LIMA Indonesia, dalam diskusi bertajuk "Pilkada Sehat dan Cerdas Tanpa Sara", di Jalan Sunda No 7, Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2016).

"Persoalannya, kita sulit menerima kenyataan bahwa agama dijadikan alat untuk jatuhkan orang. Melawan orang yang tidak disukai. Terjadi politisasi agama. Dipolitisasi sedemikian rupa, untuk mendapatkan keuntungan politik, itu yang kita tolak," kata Rumadi.

Menurut Rumadi, persoalan pilkada yang paling menarik adalah pilkada jakarta. Pilkada Jakarta ini ujian terberat terkait dengan SARA ini.

"Kalau Jakarta tahun ini bisa lolos, lalui ini semua dengan baik, saya punya optimisme ke depan Indonesia jadi lebih baik. Kalau Jakarta gagal, mungkin ada eskalasi bisa lebih buruk," ungkapnya.

Kenapa ujian berat? Menurut Rumadi karena Jakarta ini test case yang jadi laboratorium politik paling menarik.

"Bukan saja dia (calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama) China, tapi sekaligus dia Kristen," ujarnya.

Berita Rekomendasi

Rumadi berharap, kalau orang tidak mau pilih Ahok, jangan menjadikan keyakinan agama sebagai alasan.

"Persoalkan saja kebijakan yang dia buat. Jangan jadikan soal ke-China-an dia. Karena kita tak bisa pilih dilahirkan dari etnis mana. Sama saja kita persoalkan takdir Tuhan," tandasnya.

Sebastian Salang mengungkapkan, SARA merupakan realitas sosial yang tidak bisa dibantah. Mestinya, ini justru disyukuri, karena ini menjadi perekat sosial yang membuat suatu bangsa menjadi kelompok yang kuat.

"Jangan lupa bahwa Indonesia ini menjadi sangat menarik, sorotan dunia karena kita memiliki suku begitu banyak, terdiri dari golongan begitu banyak, beraneka ragam yang semua itu adalah aset dan kekayaan yang buat Indonesia jadi indah dibanding negara lain. Seringkali membuat negara lain iri dengan apa yang kita miliki. Ini harus jadi modal sangat penting," ungkapnya.

Untuk konteks DKI Jakarta, kalau dicermati perkembagnan belakangan ini, isu SARA dimanfaatkan kelompok elite. Isu ini, kata dia, tidak berkembang di masyarakat.

"Karena itu, saya yakin sekali sebetulnya, gagasan yang manfaatkan isu SARA, yang ingin dapat keuntungan dari Pilkada Jakarta, sengaja dimainkan ketika lawan tanding dianggap sulit sekali dikalahkan misalnya oleh gagasan, program, integritas," ungkapnya.

Sebastian merujuk survei-survei yang menunjukkan bahwa masyarakat di Jakarta sangat rasional.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas