Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polri Didesak Kerja Ekstra Cepat Tuntaskan Kasus Dugaan Penistaan Agama

sebenarnya perkara dugaan penistaan agama bisa selesai lebih cepat karena merupakan tindak pidana biasa

zoom-in Polri Didesak Kerja Ekstra Cepat Tuntaskan Kasus Dugaan Penistaan Agama
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjawab pertanyaan wartawan usai diperiksa Bareskrim Mabes Polri di Gedung Rupatama Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/11/2016). Ahok diperiksa Bareskrim Mabes Polri selama 9 jam terkait dugaan penistaan agama yang dituduhkan pada dirinya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri didesak bekerja ekstra cepat mengusut tuntas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Hal tersebut harus segera dilakukan agar situasi negara menjadi lebih kondusif.

“Pesan saya, Polri harus kerja ekstra cepat, dan setelah itu bangsa Indonesia bisa segera move on dari persoalan-persoalan SARA yang membuat bangsa ini tidak bisa bergerak maju,” ujar Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi dalam pernyataannya, Senin(7/11/2016).

Adhie mengatakan sebenarnya perkara dugaan penistaan agama bisa selesai lebih cepat karena merupakan tindak pidana biasa.

"Menjadi lambat dan berlarut-larut karena ada persoalan besar di balik semua itu. Makanya, Polri harus lekas keluar dari pusaran politik kekuasaan, yang bisa menyesatkan upaya penegakkan hukum di negeri ini,” katanya.

Mantan Juru Bicara era Presiden Gus Dur ini menjelaskan lalau saja Polri konsisten dan disiplin pada tugasnya sebagai penegak hukum, dan tidak terseret arus kekuatan politik kekuasaan, persoalan penistaan agama (Islam) yang dituduhkan kepada Gubernur DKI (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak akan berlarut-larut sehingga memanaskan suhu politik nasional.

Menurut Adhie ada tiga hal penting yang harus menjadi fokus Bareskrim Polri dalam memproses Ahok.

Berita Rekomendasi

Pertama, sejumlah pengaduan yang dilayangkan anggota masyarakat dari berbagai daerah terkait penistaan agama sudah mendapat otorisasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Pendapat dan sikap keagamaan MUI yang dikeluarkan pada 11 Oktober 2016 dan ditandatangani Ketua Umum DR KH Ma’ruf Amin serta Sekjen DR H anwar Abbas, MM, Mag merupakan dokumen penting yang sebagai acuan adanya bukti penistaan agama.

Sebab MUI yang merupakan representasi ormas-ormas Islam di negeri ini, memiliki otoritas dan kredibilitas untuk menyatakan pandangan dan sikap terkait persoalan keagamaan, khususnya agama Islam, di negeri ini.

Bukan tugas Polri mempersoalkan apakah sikap keagamaan MUI betul atau salah.

Itu tugas pengacara terdakwa di pengadilan untuk menguji pendapat MUI, sebagaimana sering dilakukan para pengacara terdakwa dalam kasus tindak pindana umum mempersoalkan hasil visum et repertum dalam proses autopsi.

Jadi lanjut Adhie sikap keagamaan MUI dalam proses hukum kedudukannya sama dengan hasil visum, misalnya, Labkrim Polri atau dokter yang ditunjuk dan memiliki kompetensi untuk itu.

Jadi bukan tugas Polri untuk mengujinya kembali, melainkan sebagai bahan penyilidikan (terdakwa) lebih lanjut.

“Makanya, menjadi aneh ketika Polri, sebagaimana disampaikan Kapolri Tito Karnavian, malah sibuk mencari ahli bahasa dan ahli hukum pidana, yang seharusnya itu merupakan porsi pengacara terdakwa untuk di ranah pengadilan kelak,” kata Adhie.

Dua hal penting lainnya yang harus dicermati Polri adalah tempat dan waktu terjadinya delik pidana penistaan agama oleh Ahok, yakni di Kepulauan Seribu (Pulau Pramuka), 27 September 2016.

Kehadiran Ahok di sana merupakan perjalanan dinas sebagai gubernur DKI. Maka Polri harus mengejar Ahok dengan pertanyaan “Apa urusan Ahok bicara soal pemilu (pilih-memilih) dan menyebut-nyebut ayat Al Qur’an (al-Maidah) yang tidak dipahaminya karena bukan pemeluk Islam?

“Pasti ini untuk kepentingan pribadi sebagai persiapan menjadi kandidat (petahana) dalam pilgub mendatang. Dan kalau ini bisa dibuktikan, maka Polri bisa mengejar Ahok dengan pertanyaan lebih telak, karena untuk semua itu, Ahok telah menggunakan fasilitas negara,"ujar Adhie.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas