Gajinya Naik Drastis Nedi Begitu Bahagia tapi Ternyata Ia Masuk Daftar 'Buang'
"Dulu orang pada enggak mau main kotor-kotoran seperti pekerjaan kita. Giliran gaji sudah naik, pada rebutan, kami malah dibuang," ujar Nedi.
Editor: Robertus Rimawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi pasukan oranye merupakan satu-satunya sumber mata pencaharian Nedi Herawan.
Sejak diberhentikan sebagai pasukan oranye Jatinegara, Nedi tidak memiliki penghasilan lagi.
Padahal, dia harus membiayai istri dan dua anaknya.
Bersama sesama mantan pasukan oranye Jatinegara lain, Nedi mendatangi Balai Kota DKI, Rabu (18/1/2017) pagi.
Mereka ingin menyampaikan keluh kesah mereka yang dipecat sebagai pasukan oranye. Mereka memakai seragam kebanggaan, kaos, rompi, dan topi oranye.
Nedi bercerita, dia mulai bekerja sebagai pasukan oranye sejak tiga tahun terakhir.
Dulu, gaji yang dia terima masih berkisar Rp 2,4 juta dan Rp 2,7 juta.
Tahun lalu, gaji dia sudah UMP yaitu Rp 3,1 juta. Untuk tahun 2017, gaji pasukan oranye naik menjadi Rp 4 juta.
Nedi mengatakan, mereka semua sudah sempat menandatangani surat negosiasi gaji sebesar Rp 4 juta itu.
Nedi begitu bahagia karena gajinya naik drastis.
"Pas saya pulang ke rumah, keluarga udah senang banget. 'Mak gaji naik segini nih mak', saya cerita ke istri saya. Wah udah kebayang kan, bisa nabung lebih banyak, bayar sekolah anak," ujar Nedi.
Matanya menerawang sambil tersenyum bahagia ketika menceritakan itu.
Setelah perayaan tahun baru, Nedi tetap semangat bekerja.
Padahal dia harus mulai bekerja sejak pukul 01.00 WIB untuk membersihkan sisa sampah tahun baru.
Nedi tetap semangat karena tahu gajinya akan naik. Kebahagiaan Nedi pun sirna seketika. Pada 3 Januari 2017, namanya tidak ada di papan pengumuman.
Itu artinya dia sudah dikeluarkan sebagai pasukan oranye.
Nedi terpaksa membawa kabar buruk itu ke rumah.
Dia mengatakan istrinya kaget dan merasa begitu terpukul.
Maklum saja, itu merupakan satu-satunya sumber penghasilan mereka.
Jadi rebutan
Nedi kecewa dan merasa dibuang.
Dia merasa diperlakukan tidak adil karena tidak lagi dipekerjakan saat gaji PHL sudah tinggi.
"Dulu orang pada enggak mau main kotor-kotoran seperti pekerjaan kita. Giliran gaji sudah naik, pada rebutan, kami malah dibuang," ujar Nedi.
Sebagai pasukan oranye lama, merekalah yang paling tahu sekotor apa Jakarta ketika itu.
Kini lingkungan di Jakarta relatif bersih. Mereka yang berperan besar atas perbaikan kondisi ini malah diperlakukan seperti ini.
Nedi masih ingat bagaimana dia membereskan sampah di Kampung Pulo setelah penertiban selesai.
"Pas penertiban tuh ampun dah ampun, kacau banget. Belum lagi kalau bersihin di pasar-pasar, kami kerja dari pagi selesai magrib," ujar Nedi.
Setelah diberhentikan, tidak ada lagi yang bisa dikerjakan.
Nedi mengatakan dia dan teman senasib lain hanya bisa berupaya memperjuangkan nasib mereka.
Sambil berharap upaya mereka mengadu kesana kemari bisa membuahkan hasil. (Kompas.com/Jessi Carina)